Mengambil tema yang berbeda dengan biasanya, tulisan kali ini mencoba sedikit masuk ke ranah politik. Sebagai researcher yang sering berkecimpung di dunia government, rasanya perlu tahu perkembangan dunia politik di Jawa Timur, meskipun cuma sedikit. Berhubung masih hangat dengan pelaksanaan Pilkada Serentak tanggal 9 Desember 2015 kemarin, tidak ada salahnya mengulas beberapa hal yang menarik pada Pilkada di Jawa Timur.

Pada ajang Pilkada Serentak tahun 2015 ini, sebanyak 19 kab/kota di Jawa Timur yang berpartisipasi. Lebih tepatnya ada 16 kabupaten dan 3 kota. Penyebaran lebih lengkapnya bisa dilihat pada peta di bawah. Secara keseluruhan, Pilkada Serentak di 2015 di Jawa Timur ini diikuti oleh 46 pasangan calon kepala daerah. Jumlah pasangan calon kepala daerah paling sedikit adalah pasangan calon bupati dan wakil bupati di Kabupaten Blitar, yang hanya 1 pasangan calon. Hal ini berarti pilihan warga Kabupaten Blitar hanya “Setuju” atau “Tidak Setuju” dengan pasangan calon tersebut. Sedangkan daerah dengan jumlah pasangan calon terbanyak di Kabupaten Ponorogo dan Kabupaten Sidoarjo dengan jumlah pasangan calon sebanyak 4 pasang.
Calon Pemimpin Daerah Masih Didominasi Wajah Lama
Awalnya, saya ingin menggunakan kata “petahanan”. Apa itu “petahana”? Mungkin orang masih sering menyebutnya dengan incumbent. Dalam dunia politik, petahana diartikan sebagai pemegang suatu jabatan politik yang sedang menjabat. Istilah ini biasanya digunakan dalam kaitannya dengan pemilihan umum, di mana sering terjadi persaingan antara kandidat petahana dan non petahana.
Ternyata KPU sempat mengeluarkan definisi terkait petahana ini dalam Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2015 yang dilengkapi dengan Surat Edaran Nomor 302/VI/KPU/2015 yang berisi penjabaran Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2015. Dalam Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2015, dijelaskan bahwa “Petahana adalah Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota yang sedang menjabat”.
Surat Edaran Nomor 302/VI/KPU/2015 yang dikeluarkan KPU sebagai penjelasan dari PKPU Nomor 9 Tahun 2015, memberikan tambahan penjelasan terkait Petahana, yaitu sebagai berikut :
“Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota atau Wakil Walikota yang :
- masa jabatannya berakhir sebelum masa pendaftaran; atau
- mengundurkan diri sebelum masa jabatannya berakhir yang dilakukan sebelum masa pendaftaran; atau
- berhalangan tetap sebelum masa jabatannya berakhir dan terjadi sebelum masa pendaftaran,
tidak termasuk dalam pengertian Petahana”
Jadi berdasarkan definisi ini, calon kepala daerah yang sebelumnya menjadi kepala daerah di daerah yang sama, dan masa jabatannya selesai sebelum dibukanya pendaftaran Pilkada, tidak bisa disebut sebagai petahana. Namun, agar tidak membingungkan, pengertian “Petahana” dalam ulasan kali ini adalah calon kepada daerah yang periode sebelumnya menjadi kepala daerah, baik yang masih menjabat maupun yang jabatannya sudah selesai sebelum mulai pendaftaran.
Hanya 1 daerah di Jawa Timur, yang pasangan calonnya tidak diikuti oleh petahana, baik dalam bentuk pasangan maupun salah satu calon kepala daerah maupun wakil kepala daerah. Daerah tersebut adalah Kabupaten Jember. Pilkada Kabupaten Jember diikuti oleh dua pasangan calon yang sama sekali tidak ada petahana. Kedua pasangan calon tersebut adalah Sugiarto (Sekretaris Kabupaten Jember) – Dwi Koryanto (Plt Direktur RSD dr Soebandi Jember) dan Faida (Direktur RS Bina Sehat Jember) – Muqit Arief ( Pengasuh Ponpens Al-Falah). Pasangan Bupati dan Wakil Bupati Jember sebelumnya yaitu MZA Djalal – Kusen Andalas merupakan pasangan bupati – wakil bupati yang sudah menjabat selama 2 periode sejak tahun 2005, sehingga tidak bisa mengikuti ajang Pilkada lagi di tahun ini.

Jumlah daerah di Jawa Timur yang Pilkadanya masih diikuti pasangan Petahana sebanyak 6 daerah. Ke-6 daerah tersebut adalah Banyuwangi, Tuban, Ngawi, Gresik, Kediri dan Surabaya. Dua belas daerah lain sisanya, juga diikuti oleh petahana, meskipun ada beberapa pasangan kepala daerah yang “bercerai” ataupun pisah kongsi. Terdapat 10 kepala daerah yang mencalonkan kembali menjadi kepala daerah dengan pasangan yang berbeda, daerah tersebut adalah Malang, Mojokerto, Pacitan, Ponorogo, Sidoarjo, Situbondo, Sumenep, Kota Blitar dan Kota Pasuruan. Ada juga wakil kepala daerah yang maju sebagai calon kepala daerah dalam Pilkada 2015 ini, antara lain di Blitar, Sidoarjo, Trenggalek dan Kota Pasuruan. Dua-duanya ada Sidoarjo dan Kota Pasuruan? Yaps, pasangan kepala daerah Sidoarjo dan Kota Pasuruan yang sekarang pisah kongsi untuk bersaing mendapatkan kursi kepala daerah.
Sebagian Besar Masyarakat Jatim Belum Move On dari Petahana
Dengan penyebaran petahana yang sudah dibahas sebelumnya, bagaimana keberhasilan petahana tersebut di Pilkada 2015? Saya coba merangkum data dari pengumuman resmi KPU (bukan quick count) yang sudah ditampilkan KPU dalam website resmi KPU. Informasi tentang Pilkada Serentak 2015 bisa dilihat di https://pilkada2015.kpu.go.id/. Dalam situs ini kita bisa mencari informasi tentang hasil Pilkada di masing-masing daerah. Di sini ditampilkan mulai dari rekapitulasi form C1 dari TPS per masing-masing kecamatan bahkan scan form C1 dari masing-masing TPS juga bisa kita lihat di sini. Di situs ini juga ditampilkan Form DA1 dan Rekap Form DB1. Untuk beberapa daerah yang sudah menetapkan hasil Pilkada, di situs ini juga ditampilkan scan dari SK KPUD untuk Pilkada daerah masing-masing. Surat Keputusan (SK) KPUD ini juga bisa dilihat di website KPU http://www.kpu.go.id/index.php/pages/detail/2015/838
Dan ternyata, dari 18 daerah yang Pilkada-nya diikuti oleh petahana, ternyata hampir di semua daerah tersebut petahana masih unggul. Kecuali dua daerah, yaitu Ponorogo dan Trenggalek. Di dua daerah yang berbatasan ini, ternyata Pilkada dimenangkan oleh pasangan baru. Pilkada Ponorogo dimenangkan oleh pasangan nomor 4 (Drs. H. Ipong Muchlissoni dan Drs. H. Soedjarno, MM). Menariknya, Ipong ini pernah 2 kali mencalonkan diri di ajang Pilkada di Kalimantan Timur, dan dua-duanya gagal. Ipong pernah maju di Pilwali Samarinda dan Pilgub Kalimantan Timur, sebelum akhirnya memutuskan untuk mengadu keberuntungan di kampungnya sendiri, Ponorogo.

Pilkada Kabupaten Trenggalek dimenangkan oleh pasangan bupati – wakil bupati termuda, yaitu Dr. Emil Elestianto, M.Sc (33) dan Mochamad Nur Arifin (25). Emil Elestianto yang lebih dikenal dengan nama Emil Dardak merupakan suami dari salah satu selebritis Indonesia, Arumi Bachsin. Emil memang bukan kelahiran Trenggalek, tetapi orang tuanya merupakan kelahiran Trenggalek. Itu yang menjadi salah satu motivasinya untuk membangun tanah leluhurnya. Meskipun dekat dengan dunia keartisan, Emil Dardak tidak bisa diremehkan karena aji mumpung seperti beberapa selebritis lain yang ikut di Pilkada. Emil Dardak sudah menyandang gelar Doktor dan sudah menjadi seorang Vice President di sebuah perusahaan dalam usia yang relatif muda. Satu yang menarik, Emil sempat mempunyai nazar jika dia berhasil menang dalam Pilkada tahun ini. Nazarnya adalah mengepel lantai Masjid Agung Trenggalek. Dan, karena memang menang, nazar tersebut harus dituruti oleh Emil.

Kemenangan para petahana memang tidak bisa dipandang sebelah mata. Beberapa kepala daerah memang telah membuktikan keberhasilannya dalam membangun daerah masing-masing. Surabaya yang dipimpin oleh Tri Rismaharini, mulai tertata apik dan asri serta mendapatkan berbagai penghargaan di tingkat internasional. Banyuwangi di bawah kepemimpinan Azwar Anas mulai berkembang menjadi destinasi pariwisata baru dengan berbagai festival yang menarik wisatawan. Samanhudi, Walikota Blitar; terkenal dengan programnya mengembangkan pendidikan di kota kecil tersebut, salah satunya dengan memberikan tablet gratis dari para siswa.
Kemenangan petahana, tentu mengemban beban harapan dari para pemilihnya. Masyarakat tentu menginginkan daerahnya bisa lebih berkembang dibandingkan lima tahun sebelumnya. Petahana memang wajah lama, tapi diharapkan tetap bisa memberi ide baru untuk perkembangan daerahnya.
Selamat mengemban tugas para kepala daerah terpilih J
Leave a Reply