“Kado” Ulang Tahun ke-725 untuk Suroboyo

 “Surabaya itu kota yang kondusif dan aman, orang-orangnya keras dan beragam tapi tetap toleran”, sebuah kesimpulan yang saya dapatkan selesai melakukan serangkaian wawancara terhadap beberapa tokoh masyarakat di Surabaya pada akhir tahun 2017 lalu. Hampir 11 tahun tinggal di Kota Pahlawan, suasana itu pula yang saya rasakan. Orang Surabaya memang terkenal keras tanpa basa basi, itu yang membuat mereka tidak menyimpan banyak grundelan di dalam hati.

Suroboyo Wani.jpeg

Surabaya yang kompak pun kembali terasa ketika masa pendaftaran calon Gubernur Jawa Timur. Ibu Walikota, Tri Rismaharini yang banyak diberitakan akan diusung menjadi calon gubernur/wakil gubernur. Masyarakat Surabaya pun kompak, banyak spanduk/baliho bertebaran yang isinya tidak rela ibu mereka meninggalkan tanggung jawab untuk membangun Surabaya. Bahasa tulisan di spanduk pun beragam, ada yang formal, ada yang sungguh menunjukkan ke-Suroboyo-annya yang keras. Ada yang tersinggung sampai rusuh? Tentu saja tidak.

Belum sampai sebulan lalu, Humas Kota Surabaya dalam akun Twitter @BanggaSurabaya menuliskan jawaban Bu Risma ketika dalam sebuah acara beliau ditanya “Kenapa warga Surabaya lebih adem baik di sosial masyarakat maupun di online?”. Wanita kuat tersebut menjawab “Sekarang masyarakat Surabaya lebih bijaksana, adem dan lebih dewasa, karena pengaruh tidak langsung dari kotanya. Jika kota itu sehat, maka pikiran juga sehat. Kalau panas, orang mudah emosi”.

Namun, selama dua hari kemarin, sepertinya ada yang ingin merusak ademnya tinggal di Surabaya. Minggu pagi, diberitakan terjadi 3 ledakan bom di 3 gereja di kawasan pusat Surabaya. GKI Diponegoro, GPPS Surabaya Jl. Arjuno dan Gereja Santa Maria Tak Bercela di Jalan Ngagel. Meskipun sedang tidak berada di Surabaya, hati ini rasanya sesak dan pedih. Kota yang selama ini aman damai, diguncang peristiwa terorisme begitu dahsyatnya. Entah mulut dan tangan ini sudah mengeluarkan kata keramat khas Surabaya berapa kali mendengar dan membaca berita yang menyedihkan ini. Seharian di kampung rasanya sesak, sedih, dan terus-terusan buka Twitter sambil tetap update informasi di WhatsApp. Pemkot Surabaya memberikan instruksi kepada sekolah-sekolah untuk meliburkan siswanya.

Malamnya, ledakan terjadi lagi. Memang bukan di Surabaya, lebih tepatnya di sebuah rusunawa di daerah Taman, Sidoarjo, yang tidak jauh dari Surabaya. Saya kembali dengan perasaan takut yang tidak biasanya. Saya sempat ragu untuk kembali ke Surabaya hari itu, tapi bukannya menimbulkan “ketakutan” adalah tujuan mereka.

Berangkat pagi ke kantor, saya iseng melewati TKP di GKI Diponegoro yang cukup dekat dengan tempat kos saya. Oke, suasana aman menurut saya, seperti Surabaya biasanya. Belum lama duduk di kursi saya, diberitakan sebuah bom meledak lagi di Polrestabes Surabaya. Televisi kantor langsung kami nyalakan untuk update informasi. Hal itu biasa kami lakukan kalau ada berita genting, termasuk peristiwa bom di Sarinah, Thamrin beberapa waktu lalu. Bedanya, waktu itu kami melihat berita di Jakarta yang mungkin tidak familiar bagi kami. Tapi kali ini, kami melihat lokasi pengeboman yang berada tidak jauh dari kamu dan mungkin sangat familiar bagi kami. Saya tambah sesak, pedih dan serius berkaca-kaca.

Berita simpang siur dan broadcast mulai memenuhi beberapa chat. Saya sendiri sebenarnya lebih memilih update informasi resmi dari akun @e100ss milik Suara Surabaya. Beberapa kali teman share info, gambar ataupun video yang kurang jelas saya tegur. “Wes resmi ta rek?”, “Iki yakin bener rek, cek dhisik?”. Meskipun kami memasang status ataupun hashtag #SuroboyoWani, sebenarnya kami ndredeg (deg-degan). Mungkin kalian yang berada di luar kota merasa kami lebay, tapi serius melihat bom meledak di lokasi-lokasi yang sering kami lewati, yang familiar bahkan pernah berada di situ, itu sungguh tidak bisa dibilang sekedar lebay. Siang itu saya mulai panik, sepaneng dan pening membaca banyaknya informasi yang berkelebat dan simpang siur.

Senin sore, Suroboyoku tidak seramai biasanya. Beberapa jalan terkesan lengang tidak seperti biasanya. Tidak hanya saya yang merasa, beberapa orang juga melaporkan kelengangan Surabaya di akun Twitter @e100ss. Sampai malam saya masih coba cek update di akun Twitter tersebut sebagai satu-satunya akun yang paling saya percayai saat ini. Beredar informasi dilakukan penggerebekan di daerah Medokan Ayu. Sampai jam 9  malam belum ada update terbaru tentang berita tersebut di @e100ss, tapi sepertinya saya sudah terlalu lelah dua hari ini, saya memilih memejamkan mata. Informasi resmi baru saya dapat keesokan harinya.

Suroboyo, ulang tahunmu yang ke-725 tidak seperti ulang tahunmu yang biasanya. “Kado”-nya terlalu menyesakkan dada. Tetep dadi Suroboyo sing WANI!

 

 

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s