Turah, Cerita Kehidupan Penghuni Tanah Timbul

Eits, ini  bukan cerita tentang akun gosip kekinian di Instagram ya. “Turah” ini adalah judul film yang diproduksi oleh Four Colours Film, yang juga memproduksi film “Siti”. Film ini disutradarai oleh orang asli Tegal, Wicaksono Wisnu Legowo.

Poster_Turah

Tidak berbeda jauh dengan “Siti” yang mengambil topik tentang kehidupan masyarakat kelas bawah di Parangtritis, “Turah” mengambil cerita tentang kehidupan penghuni Kampung Tirang. Kampung Tirang adalah sebuah kampung yang berada di tanah timbul, di pesisir Kota Tegal, Jawa Tengah. Lahan kecil itu hanya ditinggali oleh beberapa keluarga yang hidup kekurangan. Kampung Tirang “dimiliki” oleh juragan Darso. Penduduk yang tinggal di Kampung Tirang, diberi pekerjaan yang berhubungan dengan kampung tersebut, bisa bekerja di pelelangan, tambak, mengurusi kambing atau bahkan kuli. Karena mereka tinggal di lahan milik juragan Darso, upah mereka pun sebagian dipotong untuk sewa lahan.

Turah, salah satu penghuni Kampung Tirang, dipindahtugaskan dari pelelangan menjadi penjaga kampung dan tambak di Kampung Tirang. Sehari-hari Turah berkeliling kampung dan juga menyalakan diesel untuk penerangan jika malam tiba. Jadag, teman sekampung Turah, merasa selama bekerja di juragan Darso hidupnya tidak berubah, tetap sama menjadi kuli dan miskin. Berbeda dengan Pakel yang lulusan sarjana yang langsung menjadi tangan kanan juragan Darso.

Jadag merasa tertindas, tapi di sini kok rasanya penyampaian Jadag tentang ketertindasan kurang pas. Jadag bilang tertindas, tapi memang dia sendiri sering menghilang dari pekerjaan, sering mabuk-mabukan bahkan main togel. Ya darimana dia mau kaya. Berbeda dengan Turah yang tekun dengan pekerjaannya. Kontradiktif memang, tapi kejadian ini memang sering terjadi di masyarakat. Mengaku miskin tapi malah melakukan berbagai perbuatan yang memiskinkan diri.

Di beberapa adegan, film ini secara tidak langsung berbagai kejadian yang ada di masyarakat. Misal sewaktu adegan pegawai sensus datang untuk pendataan Pilkada, istri Turah bertanya “Pak kok dari dulu sensus terus, katanya mau dipasang listrik kok ga ada”. Petugas sensus pun menjawab dengan ketus “Itu bukan pekerjaan saya”. Ada juga cerita tentang fenomena aborsi ataupun pembunuhan bayi, yang jasadnya ditemukan di perairan sekitar Kampung Tirang bahkan memenuhi kawasan kuburan di sana. Katanya itu merupakan hal yang biasa terjadi. Jadi kalau menemukan langsung diambil, dan dikubur tanpa perlu memanggil polisi atau pihak terkait.

Film ini juga mendapatkan banyak penghargaan, antara lain Jogja-Netpac Asian Film Festival dan Singapore International Film Festival. Layak banget ditonton buat mereka yang suka sesuatu yang beda. Tidak melulu kita harus disuguhi kemewahan, tapi ada saatnya kita tahu realita masyarakat bawah sekarang. Biar lebih bisa banyak-banyak bersyukur. Ngomong-ngomong, film ini pakai Bahasa Tegal, Ngapak.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s