Pajak, salah satu kewajiban yang harus kita penuhi sebagai warga negara Indonesia yang baik. Nah, kali ini aku mau menceritakan tentang bedanya pembayaran denda telat lapor SPT dan pembayaran pajak kendaraan bermotor. Meskipun sama-sama hubungannya sama pajak, tetapi instansi yang membidangi berbeda, nah cara pembayarannya beda juga. Penasaran? Lanjut baca di bawah ini ya.
Bayar Denda Telat Lapor SPT
Ini bermula ketika tiba-tiba Ibuk sms yang isinya ada surat dari KPP Ngawi yang isinya Surat Tagihan Pajak. Seingatku bulan Maret 2015 kemarin sih aku ngisi SPT lengkap, pakai e-filling. Aku sampe buka-buka email buat nyari bukti penerimaan e-filling. Ada kok. Dan akhirnya Ibuk bilang kalau ternyata itu untuk pelaporan SPT tahun 2013.
Mikir sejenak, oh ya, aku kan memang ga lapor SPT tahun 2013. Pas pertengahan 2013 itu kan aku pindah kerja, berdasarkan bukti potong dari kantor lama, total gajiku selama beberapa bulan di 2013 itu dibawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Trus di kantor baru kan masih probation jadinya ga dipotong PPh. Jadinya aku ga lapor deh. Ternyata meskipun masih di bawah PTKP, setiap wajib pajak yang punya NPWPtetap harus lapor. Ibuk juga bilang, beliau sendiri yang penghasilan dari mengajar PAUD jauh di bawah PTKP tetap melaporkan SPT. Oh, berarti aku yang dudul. :p

Nah, kata Ibuk bayarnya bisa di kantor pos, sekalian nanti Ibuk mau ada urusan ke kantor pos. Tapi pas kebetulan pulang ke rumah, kok kepikiran mau bayar sendiri aja deh di Surabayam, lebih lega aja kalau bayar sendiri. Siapa tahu, prosesnya juga lebih mudah kalau di Surabay. Amplop berisi Surat Tagihan Pajak (STP) pun aku bawa ke Surabaya.
Pertama sih googling dulu (biasa, kan netizen). Coba dengan berbagai keyword belum menemukan jawaban yang sreg dan jelas. Bilangnya sih bisa dibayar lewat bank yang bekerjasama, tapi kurang dijelaskan dengan gamblang bagaimana prosedurnya. Apakah langsung bayar di bank sambil menunjukkan NPWP atau ada prosedur lainnya sebelum membayar. Karena belum puas, ku coba lah tanya ke salah satu teman yang kerja di Depkeu. Belum mendapat jawaban yang amat jelas pula.
Sempat dapat informasi juga dari hasil googling, kalau sebenarnya denda SPT ini bisa diputihkan lho. Tetapi prosesnya ribet kayaknya, mulai dari membuat surat permintaan ke KPP asal dan berbagai prosedur lain. Duh ribetnya ga sebanding sama pembayaran denda yang Cuma Rp 100,000.
Kebetulan pas ada urusan ke salah satu bank plat kuning, sekalian deh tanya ke teller. Informasi dari teller, pembayaran bisa dilakukan di bank tersebut, tetapi sambil membawa SSP alias Surat Setoran Pajak yang bisa diminta di KPP. Oh my God, masih ada yang perlu diurus ternyata sebelum membayar.
Sekitar dua atau tiga hari dari bank, aku coba ke KPP yang tidak terlalu jauh dari kantor, tepatnya di Jl. Dinoyo. Aku pun izin sebentar keluar dari kantor sekitar jam 10 pagi. Dalam pikiranku, kalau datang jam 8, takut kepagian loketnya belum buka. Kalau mau jam makan siang, takutnya petugasnya istirahat, kan ga kayak customer service atau teller bank yang jam istirahatnya bisa agak fleksibel.
Di kantor pajak Jl. Dinoyo tersebut, terdapat beberapa KPP. Aku tolah toleh, kok tidak ada petugas yang menyambut atau yang mungkin bisa aku tanya. Kemudian aku melihat salah satu petugas yang ada di sekitar Lantai 1. Aku bilang mau membayar denda telat SPT, sambil menunjukkan amplop berisi STP yang aku bawa. Petugas tersebut mengarahkanku ke salah satu KPP yang ada di Lantai 1, aku lupa tepatnya KPP mana.
Di dalam ruangan, sudah keliatan banyaknya orang yang duduk dan antri di ruang tunggu. Petugas kemudian mengambilkan SSP yang ada di meja dan menyuruhku mengisi. Di sekitar meja, tidak ada petunjuk pengisian formulir seperti yang biasanya ada di ketika kita mau melakukan transaksi di bank, bahkan bank sekelas bank pembangunan daerah. Padahal di dalam SSP ada beberapa isian yang kurang dimengerti orang awam seperti aku. Mungkin bagi mereka yang pekerjaannya berhubungan dengan faktur pajak dan sejenisnya, mengisi SSP adalah hal yang amat sangat mudah.

Beberapa isian yang kurang aku mengerti antara lain isian tentang “Kode Akun Pajak” dan “Kode Jenis Setoran”. Aku coba cari mungkin ada keterangan tentang kedua isian di meja dan sekitar meja, tetapi hasilnya nihil. Aku coba tanya ke Bapak Bapak yang di depanku yang sudah memegang SSP terisi. Tetapi ternyata dia juga tidak tahu karena ternyata dia membayar pajak untuk perusahannya. Ketika petugas yang mengarahkanku tadi datang, aku pun bertanya, sepertinya dia juga tidak tahu. Kemudian dia mengarahkanku untuk membayar denda tersebut ke Lantai 5, di kantor kas Bank Jatim, sambil membawa SSP yang sudah kuisi. Baiklah, aku menuju lantai 5 dan berharap di sana ada yang bisa membantuku mengisi kedua isian kode yang masih kosong ini.
Sampai Lantai 5, ada satu petugas di sejenis receptionist, dan akupun bertanya tentang isian ini. Petugas tersebut pun ternyata tidak tahu, dan kemudian membawa SSPku masuk ke ruangan. Sekitar lima menit, petugas itu pun keluar membawa SSP yang sudah terisi. Dan kemudian mengarahkanku ke Bank Jatim yang ada di sebelahnya.
Sampai kantor kas Bank Jatim, ada dua petugas di loket. Aku bilang mau membayar denda telat lapor SPT dan menyerahkan SSPku. Kemudian aku menyerahkan uang senilai Rp 100,000 sebagai pembayaran denda. SSPku distempel sebagai tanda lunas pembayaran. Tetapi ada satu kolom yang belum ada stempel, tertulis validasi Kantor Penerima Pembayaran. Aku tanya ke petugas Bank Jatim, apakah ini perlu kembali lagi ke KPP untuk distempel atau apalah. Kata petugas sih seharusnya perlu, tapi ga usah aja, karena sebenarnya harus distempel di KPP asal.
Akhirnya selesai juga bayar denda SPT ini.
Bayar Pajak Kendaraan Bermotor
Berbeda dengan Pajak Penghasilan yang diurus oleh Departemen Keuangan, di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP), kalau pembayaran pajak kendaraan bermotor ini diurus oleh Dinas Pendapatan masing-masing provinsi, bekerjasama dengan Kepolisian dan Jasa Raharja.
Di Jawa Timur sendiri, selain melalui kantor Samsat, pembayaran pajak kendaraan bermotor bisa dilakukan melalui Samsat Keliling yang tersebar di berbagai kabupaten. Bahkan di masing-masing Kabupaten, mobil Samsat Keliling ini muter ke beberapa kecamatan. Semua ini dilakukan oleh pemerintah terutama Dinas Pendapatan (Dipenda) untuk mempermudah masyarakat, dengan tujuan utamanya mengurangi tunggakan pajak. Pengurangan tunggangan pajak ini juga menjadi salah satu tolok ukur kinerja dari Dinas Pendapatan.
Selain Samsat Keliling, Dipenda juga menyediakan Samsat Corner yang tersebar di berbagai pusat perbelanjaan di Jakarta. Kalau tidak salah, Samsat Corner ini buka 7 hari (Senin – Minggu) dan sampai malam. Ini sungguh mempermudah bagi karyawan/pekerja yang biasanya tidak bisa keluar kantor di hari Senin – Jumat, seperti aku ini.
Enaknya lagi, Samsat di Jawa Timur ini sekarang sistemnya sudah online. Jadi, saya yang motornya masih plat AE, dapat membayar pajak kendaraan bermotor di Surabaya yang platnya L. Yang penting ada KTP asli sesuai dengan nama yang tertera di STNK.
Bagaimana prosesnya?
Sabtu itu, aku datang ke Samsat Corner di Royal Plaza. Sekitar pukul 11.00 aku sampai di Royal. Aku menuju ke Samsat Corner yang terletak di Lantai LG, satu lantai dengan Hypermart.Ukuran Samsat Corner ini cukup kecil, dan hanya ada dua orang petugas. Pas sampai di sana, kebetulan sedang sepi dan tidak ada antrian. Aku menyerahkan STNKku beserta KTP kepada petugas pria di sana. Aku pun bertanya, sampai jam berapa Samsat Corner ini bukanya. Bapaknya bilang kalau hari ini buka sampai jam 12, karena ini akhir bulan.

Tidak menunggu lama, aku bergeser ke petugas yang sebelahnya untuk menyerahkan uang pembayaran pajak kendaraan bermotor. Tidak lama kemudian, tanda bukti pembayaran pajak pun diserahkan. WOW, simpel. Aku tidak perlu cuti, tidak perlu pulang kampung, tidak perlu melewati jalan offroad Sayutan- Parang, tidak perlu antri, seperti biasa yang aku lakukan ketika membayar pajak kendaraan bermotor di Magetan.

Sesuai dengan desires dari Youth, Women, Netizen hasil dari Survei YWN tahun 2014 kemarin, ketiga segmen ini lebih menginginkan proses yang Faster, Better dan Easier?
Jadi, dari kedua instansi pembayaran pajak ini, manakah yang lebih memenuhi keinginan Youth, Women, Netizen di Indonesia?
FASTER, BETTER DAN EASIER!!!
Leave a Reply