Mencintai Kehilangan? Ini sebenarnya judul lagu sih, yang dibawakan sama Anandito Dwi S, dalam Album Cinta Positif. Pertama kali dengar lagu ini sih di Youtubenya Teladan Cinta, linknya bisa dicoba di https://www.youtube.com/watch?v=tFo-lIEXRE4. Lagu Mencintai Kehilangan ini, bukan hanya satu-satunya lagu dalam Album Cinta Positif. Mencintai Kehilangan adalah part 3 dalam Album Cinta Positif. Sampai saat ini di Youtube Teladan Cinta, Album Cinta Positif ini sudah sampai di part , yang dinyanyikan oleh penyanyi yang berbeda di setiap lagunya. Ada Kang Abay, Meyda Sefira, Anandito Dwis dan Febrianti Almeera. Kalau ditonton urut dari Part 1 sampai 5, sebenarnya video clip dalam Cinta Positif ini akan menjadi sebuah cerita.
- Part 1, Halaqah Cinta
- Part 2, Untukmu Calon Imamku
- Part 3, Mencintai Kehilangan
- Part 4, Jodoh Dunia Akhirat
- Part 5, Pangeran Surga.

Ternyata Cinta Positif ini tidak hanya berhenti di part 5, karena di akhir video clip Pangeran Surga, masih menggantung. Ternyata sebenarnya, Album Cinta Positif ini terdiri dari 9 lagu. Aku tau ini dari CD Album Cinta Positif. Pas ada promo buku Halaqah Cinta yang dipaketkan dengan CD Album Cinta Positif ini, aku pun tertarik. Kalau penasaran sama ceritanya, langsung aja meluncur ke Youtube Teladan Cinta.
Salah satu lagu yang sering aku putar adalah Mencintai Kehilangan. Karena liriknya nyess, dan lumayan cocok dengan suasana hati. Baca dulu liriknya, dengarkan lagunya, sebelum nanti lebih jelasnya ada apa dengan Mencintai Kehilangan ini.
Mencintai Kehilangan
Berjalan..
Berlari…
Hati tertindih..
Sulit tapi harus aku putuskan.
Jalanmu…
Jalanku…
Belum sempurna…
Biar masa depan yang sempurnakan
Suara-suara batinku
Melepaskanmu…
Lirih-lirih jiwaku…
Membasuh pilu
Reff :
Takdir yang KAU beri.
Menguji hatiku.
Terasa menyesakkan.
Kehilangan ini…
Tangis yang KAU beri
Membuka mataku
Bahwa Cinta yang sebenar Cinta hanyalah padaMu
Karena kehilangan ini
Ku mampu mendekat kepadaMu…
Daun terjatuh di hadapanku
Belajar menerima semuanya…
Kenapa “Mencintai Kehilangan”? Mungkin ini tulisan keduaku tentang perasaan, setelah tulisan “Rindu di Bulan Juni” yang pernah aku posting di blog ini dan sudah aku hapus beberapa waktu lalu. Mencintai Kehilangan ini juga ada hubungannya dengan dihapusnya postingan itu.
Tiga tahun mungkin memang waktu yang lama, tapi kadang waktu selama itu belum bisa untuk membuat kita benar-benar ikhlas melepaskan. Kalau beberapa teman tiba-tiba udah ganti pacar aja dalam beberapa bulan, ternyata aku ga bisa seperti itu.
Kami, dua orang dengan bulan lahir yang sama, dengan selisih umur hanya 2 tahun. Sama-sama punya ego yang luar biasa. Meskipun kadangkala egoku bisa teredam olehnya. Kamipun berpisah, dengan ego masing-masing. Aku, yang masih berpegang teguh dengan ego dan janji untuk tetap ada untuknya. Dia yang masih teguh keukeuh ego bahwa kami tidak bisa bersama.
Dua tahun lebih aku pegang teguh egoku sendiri. Beberapa hal yang dianggap dungu oleh orang-orang masih aku lakukan. Bebal memang. Kiriman hadiah rutin meskipun tidak ada event khusus bahkan sampai solo traveling ke kotanya. Yang bahkan ternyata tidak bisa mempertemukanku dengannya, hanya karena satu hal kecil. Mungkin memang bukan jodoh.
Sampai suatu saat, beberapa waktu lalu, aku mendapat kabar kalau dia akan menikah, dijodohkan oleh orang tuanya. Memang bukan langsung dari orangnya, tetapi dari orang yang bisa aku percaya. Sedih memang. Beberapa lama menangis merutuki kebodohan.
Sampai suatu malam, selesai bersujud dan menangis di sajadah. Mungkin ini jawaban Allah, entah dari mana sebuah keberanian dan keinginan itu muncul. Saat itu juga, semua akun media social-nya aku unfriend, unfollow, unshare atau apalah. Itu juga yang aku lakukan dengan akun media social saudara dan teman dekatnya yang aku kenal. Mungkin memang seperti anak ABG labil, tapi ini sepertinya cara yang harus aku tempuh untuk membuatku benar-benar melepaskannya. Salah satu tujuan juga sebenarnya, biar aku nanti tidak sempat melihat foto-foto pernikahannya terpajang di linimasaku.
Dan sekarang, dengan mencoba melepaskan dan mencintai kehilangan itu, aku jauh lebih baik. Mungkin masih keras hati. Tapi, aku tahu hatiku, dan aku hanya butuh waktu serta orang yang benar-benar tepat. Aku lebih bebas mengeksplore diriku, traveling, jadi relawan, waktu untuk keluarga, membaca, nonton dan semuanya.
Satu pesan dari teman baikku, Genthonk. “Dengan semua jalan yang pernah kamu lalui, mereka yang dipisahkan Tuhan darimu, aku yakin suatu saat nanti dia akan datang langsung menemui orang tuamu, Mak”. Aamiin…
Leave a Reply