Sekilas mendengar kata “Pesantren Impian”, mungkin kita akan terbayang dengan kehidupan pesantren yang membahagiakan bagi para santrinya. Sekilas seperti novel atau film “Negeri Lima Menara”. Tapi, ternyata novel karya Asma Nadia yang diadaptasi dalam sebuah film dengan judul yang sama ini tidak sepenuhnya menggambarkan tentang indahnya bermimpi.
Saya sendiri selesai membaca novelnya semalam sebelum menonton filmnya. Telat banget sepertinya, karena sebenarnya novel ini sudah dirilis sejak tahun 1997. Ketika ada kabar novel ini akan difilmkan, sebagai penggemar film Indonesia saya pun merasa harus menonton film ini. Biar lebih greget, saya pun harus membaca novelnya terlebih dahulu sebelum menonton. Novel ini pun selesai saya baca selama kurang lebih 3 jam. Selain dikejar deadline harus selesai sebelum nonton, ceritanya lumayan bikin penasaran dan pingin baca sampai selesai. Meskipun dengan membaca novelnya terlebih dahulu, saya pasti akan punya ekspektasi yang berbeda dibandingkan jika saya belum pernah membaca filmnya. Tapi dengan ini, saya belajar bagaimana pentingnya mengatur ekspektasi.
Seperti dilihat pada official poster-nya. Film berdurasi sekitar 90 menit ini dibintangi oleh beberapa aktor/aktris antara lain Fachri Albar (Umar), Prisia Nasution (Eni/Dewi), Dinda Kanya Dewi (Inong) dan Indah Permatasari (Sissy). Selain itu masih banyak aktor/aktris pendukung seperti Deddy Sutomo, Shabrina Sungkar dan beberapa aktor/aktris lain.

Film menceritakan tentang serombongan perempuan yang diundang secara khusus ke sebuah pulau terpencil, untuk tinggal dan belajar di sebuah pesantren yang bernama Pesantren Impian. Pesantren Impian didesain sedemikian rupa sebagai tempat untuk belajar dan merenungi kesalahan masa lalu. Sebagian besar perempuan tersebut mempunyai masa lalu yang cukup gelap seperti pecandu narkoba, kurir narkoba, korban pemerkosaan, pelaku pembunuhan bahkan pelacur online. Namun ada juga calon santri seorang model yang ingin liburan.
Salah seorang santri (Eni/Dewi) merupakan seorang perwira polisi yang berpura-pura sebagai pecandu narkoba. Tujuannya datang ke Pesantren Impian untuk menangkap pelaku pembunuhan di sebuah hotel mewah Jakarta. Eni pun melakukan berbagai investigasi untuk mengungkap pembunuhan tersebut. Dalam investigasinya, Eni juga dibantu oleh Gus Budiman (yang diceritakan sebagai pemilik Pesantren Impian) dan Umar sebagai asistennya.
Bukannya ketenangan batin, rentetan pembunuhan pun terjadi di pesantren yang sudah punya reputasi bagus tersebut. Rangkaian ketegangan pun terjadi berturut-turut di film ini. Siapakah pelaku pembunuhan di Pesantren Impian tersebut? Apakah pelaku yang sama dengan pelaku pembunuhan yang terjadi di salah satu hotel mewah Jakarta?
Inti film ini secara umum tidak jauh berbeda dengan cerita di novelnya. Tapi terdapat beberapa adegan yang dirubah alurnya, yang turut merubah jalan cerita dari film ini. Kalau di novel, cerita lebih menitikberatkan pada pelaku pembunuhan di hotel mewah dengan inisial “Si Gadis”. Di film, cerita lebih banyak mengambil peran Eni sebagai polisi. Eni berambisi bisa menangkap pelaku pembunuhan hotel mewah tersebut sebagai pembuktian bahwa dia menjadi polisi bukan sebagai bayang-bayang ayahnya.
Rentetan pembunuhan yang diceritakan di novel diceritakan berkaitan dengan masa lalu dari beberapa santri. Berbeda dengan pembunuhan yang diceritakan di film yang berhubungan dengan salah satu orang di pesantren. Tapi, jalan cerita yang berbeda ini sebenarnya jadi nilai lebih karena membuat penonton bertanya-tanya dan mencoba menebak-nebak.
Lebih ingin mengedepankan cerita menegangkan tapi ada beberapa bagian detail yang kurang diperhatikan di film ini dan membuat saya bertanya-tanya sampai akhir ceritanya. Pembunuh sudah ditemukan, lengkap dengan motif pembunuhannya. Tetapi, bagaimana cara pembunuh tersebut menghabisi korbannya, masih terkesan mustahil. Penasaran? Tonton yuk! Tapi karena sepertinya film ini sudah turun layar, sepertinya kita harus menunggu film ini ditayangkan di televisi, lengkap dengan beberapa sensor dan adegan yang dipotong.
Leave a Reply