Tulisan ini merupakan rangkuman singkat tentang sebuah seminar yang saya ikuti di Substitute Makerspace. Substitute Makerspace bukanlah sebuah coworking space yang menjadi tren bagi para milenial untuk tempat kerja. Tempat menyediakan ruangan bagi teman-teman di Surabaya yang ingin berbagi ilmu, baik keterampilan teknis (hardskill) maupun keterampilan nonteknis (softskill). Yang mau tahu lengkap tentang Substitute Makerspace bisa langsung ya melipir ke akun Instagram-nya.
Pas sekali, seminar di Substitute Markerspace ini saya ikuti menjelang ulang tahun saya yang ke-30, dalam status yang masih belum menikah. Dan seminar ini banyak memberi saya ilmu baru dalam rangka persiapan pernikahan. Mungkin akan banyak yang komentar nyinyir kepada saya “Walah Nes, umurmu sudah 30, apalagi yang kamu siapkan? Ga usah kebanyakan milih”. Sebagai seorang yang well planned, memilih pasangan untuk seumur hidup bukan hanya sekadar memilih kucing dalam karung, atau semudah mengambil bunga di tepi jalan. Wedding is one day, marriage is a journey. Tsaaahhhhh.
Banyak yang mengira seminar berjudul “Indonesia Tanpa Nikah Ngasal” ini dibuat untuk menjadi lawan sebuah gerakan yang cukup fenomenal di Indonesia yang disingkat dengan nama ITP, atau panjangnya “Indonesia Tanpa Pacaran”. Tetapi seminar ini bukan sebuah gerakan yang serta merta menyarankan kita untuk pacaran. Seminar ini lebih banyak memberikan informasi tentang pentingnya menyiapkan pernikahan dari berbagai aspek, bukan hanya asal karena ingin menikah, tuntutan umur atau pokoknya biar halal dulu deh.

“Indonesia Tanpa Nikah Ngasal” ini membicarakan kesiapan nikah dari 3 aspek yang dibahas oleh pakar masing-masing. Aspek yang pertama adalah aspek psikologi, yang dibahas oleh psikolog bernama Aprilianto (dikenal dengan nama Om Ge), yang bisa diikuti akun Instagrammnya di @latihati. Aspek yang kedua adalah aspek kesehatan reproduksi, yang dibahas oleh Mba Zahra dari Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jawa Timur. Aspek yang ketiga, yang banyak saya bahas di blog saya, yaitu aspek perencanaan keuangan. Masalah keuangan ini dibahas oleh ahlinya, yaitu Mba Yasmeen, seorang financial planner ternama di kota Surabaya.
Yuk cuss kita coba bahas satu-satu
Siap Menikah Berarti Siap Hidup dengan Sifat Menyebalkan Pasangan
“Menikah itu ratingnya hanya untuk dewasa”, itu yang diucapkan Om Ge ketika membuka sesi psikologi dalam acara seminar ini. Seseorang dinyatakan benar-benar siap menikah jika orang tersebut sudah dewasa. Kedewasaan ini tidak diukur dari usia. Kedewasaan dalam pernikahan ini dilihat dari kesanggupan seseorang memenuhi tiga hal ini : sanggup berpikir, sanggup belajar dan sanggup peduli.
Ketika sudah dewasa kita dituntut untuk memikirkan sesuatu berdasarkan perlu/tidak perlu, tidak seperti anak-anak yang memilih sesuatu berdasarkan enak/ga enak. Menjadi dewasa juga berarti menyadari bahwa hidup itu sejatinya adalah sulit, dan dengan adanya kesulitan tersebut kita akan terus berusaha untuk belajar. Sudahkah Anda merasa dewasa?
Menikah adalah sebuah relasi/hubungan, di mana sebuah hubungan adalah sebuah kesanggupan untuk saling bermanfaat untuk kedua belah pihak. Bahkan bagi saya, selain saling bermanfaat untuk kedua belah pihak, saya berharap pasangan saya nantinya bisa diajak bersama-sama untuk bermanfaat bagi orang banyak.
Sebelum menikah, diharapkan kita berpikir terlebih dahulu “Untuk siapa kita menikah?”. Jawaban dari pertanyaan ini yang menjadi sumber energi dalam pernikahan. Bisa untuk diri sendiri, bisa untuk orang tua, bisa juga menikah untuk pasangan. Jawaban ini yang akan menjadi sumber energi penguat pernikahan nanti. Jawaban-jawaban inilah yang harus kita bahagiakan atau penuhi harapannya.
Pernikahan bukanlah sesuatu yang statis, akan banyak perubahan-perubahan dari kesepakatan awal. Salah satu saran Om Ge, bagi teman-teman yang punya kesempatan untuk memilih pasangan, sebelum menikah diharapkan bisa terlebih dahulu mempelajari sifat-sifat paling menyebalkan dari calon pasangan. Kita terlalu terbiasa lebih suka mengetahui sifat-sifat yang menyenangkan, yang membuat kita tidak siap ketika di masa depan kita menemui sesuatu yang sangat menyebalkan dari pasangan. Dengan mengetahui sifat menyebalkan pasangan, kita akan lebih siap menghadapi yang menyebalkan dan lebih bersyukur dan bahagia ketika mendapatkan sesuatu yang menyenangkan dari pasangan. Mungkin kalau istilah saya, belajar berekspektasi. Saya sering kali menurunkan ekspektasi/harapan saya pada tingkatan paling bawah, dan akhirnya ketika saya mendapatkan sesuatu yang melebihi harapan saya, saya merasa lebih senang, gak baper.
Setelah tahu sifat yang paling menyebalkan calon pasangan, silakan tanya kepada diri sendiri “Siapkah seumur hidup saya menjalani hidup dengan sifat menyebalkan pasangan saya?”. Jika jawaban IYA, silakan lanjutkan, jika memang tidak siap dengan sifat menyebalkan tersebut, ya jangan memaksakan diri lanjut. Jika lanjut, mulai siapkan hal-hal yang perlu dilakukan nanti jika pasangan melakukan hal yang paling menyebalkan tersebut. Ke manakah kita akan menyalurkan emosi kita? Atau kita malah lari dari masalah dan membiarkan emosi kita menumpuk?
Jadi, sudah siap dengan sifatnya yang paling menyebalkan?
Sehat Bereproduksi
Bahasan dari Mba Zahra PKBI, lebih banyak tentang kejadian perkawinan anak di Jawa Timur. Perkawinan anak di Jawa Timur banyak dipicu oleh adanya Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD). Masih banyak anak yang menikah di bawah usia standar, di mana organ reproduksinya belum berfungsi secara maksimal, yang pada akhirnya banyak mengakibatkan kematian ibu.
Usia ideal, standar dan sehat bagi perempuan untuk hamil adalah di usia 25-38 tahun. Pada usia ini fungsi reproduksi perempuan sudah berkembang secara maksimal, termasuk juga kondisi emosi dan mental. Di atas usia 38 sudah menjadi usia resiko tinggi kehamilan. Meskipun sebenarnya usia subur perempuan berakhir pada range sekitar usia 50 tahun. Perempuan usia 30-an ke atas masih bisa hamil. namun resikonya besar, terutama perempuan yang menderita hipertensi dan anemia. Salah satu solusinya adalah menjaga kondisi tubuh tetap sehat dan fit, dengan makanan yang seimbang dan olahraga yang teratur.
Tidak sedikit di sekitar kita, perempuan yang mendekati 30 seperti dikerjar target untuk hamil. Bahkan mungkin ada yang memang tidak membatasi jarak anak pertama dengan anak kedua dengan alasan “Mumpung belum 30 tahun, gaspol kejar target dulu”. Saya pribadi merasa ungkapan ini seakan menanggap perempuan sebagai mesin reproduksi. Rahim juga butuh istirahat, mental dan emosi juga butuh diseimbangkan setelah melahirkan.
Menurut Mba Zahra, jarak antar anak yang ideal adalah 3 tahun. Dengan jarak ini, rahim punya waktu untuk kembali pulih dan siap kembali mengandung. Dari sisi pengasuhan anak, jarak ini ideal untuk memberikan pengasuhan yang cukup bagi anak pertama, baik dari segi ASI ataupun perhatian yang maksimal. Tapi, saya tidak menghakimi teman-teman yang sudah punya 2 anak dalam jangka waktu 2-3 tahun ya. Kalian keren, bisa sekuat itu. Women support women lah.
Mengatur Keuangan Sebelum dan Dalam Pernikahan
Faktor ekonomi menjadi kontributor pertama dalam kasus perceraian di Indonesia. Pokoknya masalah duit emang ya. Mengatur keuangan tidak hanya ketika sudah menikah, tetapi juga dalam menyiapkan pernikahan.
Perempuan biasanya punya wedding dream sendiri. Bahkan dengan adanya media sosial sekarang ini, impian pernikahan menjadi sebuah keharusan demi konten yang keren di media sosial. Layaknya bermimpi, jangan lupa menjejak bumi. Bermimpi tentang pesta pernikahan boleh saja, tapi ukur kemampuan kita, orang tua dan pasangan beserta keluarganya. Tidak bisa dipungkiri, di Indonesia, pesta pernikahan masih banyak diriwuhi oleh urusan orang tua.
Makanya nih, mumpung masih lajang, silakan siapkan dana untuk pesta pernikahan. Sesederhana apapun pasti butuh biaya. Pesta pernikahan aja butuh biaya, apalagi hubungan pernikahan seumur hidup. Itu lebih butuh biaya, gaes!.
Sebelum menikah, pasangan diharapkan saling dengan kepemilikan aset dan hutang masing-masing. Biar tidak kaget sewaktu sudah seatap bersama. Pertanyaan tentang harta dan utang ini memang masih sensitif, menanyakannya harus pintar biar tidak terkesan kepo dan materialistis.
Sebenarnya, ilmu perencanaan keuangan bersama pasangan ini sudah pernah saya bahas di sini, sewaktu mengikuti seminar bersama Mba Yasmeen juga. Bisa dibaca lebih lanjut di tautan ini ya lebih lengkapnya. Yang pasti, merencanakan keuangan itu penting. Jadi pingin bikin sharing session atau kelas kecil tentang perencanaan keuangan sederhana ala Neser nih.
Baca Juga : Uangmu, Uangku, Uang Kita : Bagaimana Sebaiknya Mengatur Keuangan Bersama Pasangan
Jadi setelah baca ini, sudah merasa siap menikah? 🙂
Leave a Reply