Jalan-jalan ke Makassar, Mencari View Menenangkan dan Berbagai Makanan Khas

Beberapa bulan lalu pas tugas kantor ke Makassar, saking ribetnya kerjaaan, ga sempet main atau mbolang kemana-mana. Cuma sempet dikit merasakan konro bakar di Konro Karebosi. Karena ga puas ga bisa jalan-jalan, dalam hati pun memutuskan “Suatu saat aku kudu mbolang ke Makassar pokoknya”

Bertepatan dengan kegiatan Makassar International Writer Festival (MIWF) 2017, kegiatan pesta literasi yang masuk wishlist untuk didatangi tahun ini, keturutan lah keinginanku mbolang ke Makassar. Meskipun nama kegiatannya hanya ada kata “writer”, tapi kegiatan ini didatangi oleh para writer dan reader. Lebih lanjut tentang betapa kerennya acara MIWF ini, nanti ya di post berbeda. Tapi dari kesuksesanku berangkat mbolang ke Makassar, aku mulai yakin “Kalau ada niat pasti ada jalan buat kesana.

Kemudahan pertama, gara-gara Garuda Online Travel Fair dengan iming-iming diskon, aku pun tergoda beli tiket Surabaya – Makassar. Meskipun pas masuk payment baru ngeh kalo diskon berlaku untuk minimal transaksi Rp 1.000.000 atau Rp 1.500.000 (detailnya aku lupa). Tapi dengan harga tiket sekitaran Rp 623.000, untuk selevel maskapai Garuda, ya lumayan lah. Soalnya si maskapai merah lebih mahal dari itu, dengan fasilitas yang tentu saja beda. Baliknya Makassar – Surabaya dapat Sriwijaya yang harganya ga sampai Rp 600.000. Murah banget? Ya enggak juga sih, tapi lumayan lah bisa menghemat budget.

Kemudahan kedua, pas event kantor ada booth Airy Rooms yang jual voucher diskon Rp 100.000 per transaksi dengan harga Rp 10.000 aja. Beli donk, dan dipake buat booking penginapan murah di sekitaran Fort Rotterdam (lokasi MIWF). Dapat penginapan di Wisma Jampea, dengan total harga setelah diskon ga sampe Rp 250.000 untuk 2 malam kamar dengan AC. Karena ini mbolang-nya ala-ala backpacker, jangan harap penginapan yang mewah ya. Pokoknya bisa merem sama selonjorin kaki yang abis dipake jalan-jalan seharian. Oh iya, Wisma Jampea ini pernah dipake buat shooting film Trinity, The Nekad Traveler yang dibintangi sama Maudy Ayunda itu lho. Buat yang suka jalan-jalan budget terbatas, tapi bisa menginap di penginapan dengan harga yang miring, pake Airy Rooms lumayan tuh, lagi banyak diskon juga kayaknya.

Kemudahan-kemudahan yang  lain pasti banyak. Salah duanya dengan adanya Gojek dan Uber di Makassar, yang berguna banget buat aku yang jalan sendirian ini.

Oh iya, karena selain MIWF, Makassar Trip ini niatnya adalah menenangkan diri sebelum Ramadhan plus menuruti hasrat kuliner Makassar yang belum keturutan, jadi tulisan di post ini akan ngomongin tentang view dan kuliner ya. Cekidot
Wisata Rammang-Rammang, Maros

Wisata Rammang-Rammang merupakan wisata berupa pegunungan karst yang berada di daerah Kabupaten Maros. Lokasi Rammang-Rammang ini backpacker friendly banget, bisa ditempuh dengan transportasi umum. Awalnya pas pagi berangkat dari Surabaya, sempet galau, enaknya ke Rammang-Rammang ga ya, kan lumayan jauh, sendiri pula. Tapi akhirnya berangkat juga.

Begini nih rutenya :

  1. Kalau dari Makassar kita sebenarnya bisa langsung naik pete-pete (julukan untuk angkot di Makassar) arah Pangkep dari Terminal Regional Daya.
  2. Kalau dari Bandara Sultan Hasanuddin, kita bisa minta tolong ojek untuk diantar ke depan gerbang bandara yang dilalui oleh pete-pete yang menuju Pangkep. Infonya sih dulu sempat ada shuttle bus gratis yang bisa mengantar ke depan bandara. Tapi, sempat tanya ke bagian informasi di bandara, katanya fasilitas tersebut sudah tidak ada. Bisa naik Damri juga, tapi kemarin akunya ketinggalan dan tidak bisa mengejar. Kemarin ojek dari bandara ke ruas jalan Makassar-Maros tersebut, diminta Rp 30.000.
  3. Setelah naik pete-pete, minta diturunkan di pertigaan Semen Bosowa. Nanti sopirnya uda ngerti. Nah, arah ke Rammang-Rammang di kanan jalan, jadi kita kudu nyebrang Tenang ga usah takut, jalannya ga seramai poros Surabaya – Madiun dengan berbagai truk dan kendaraan lain. Oh iya, angkot ini aku bayar Rp 10.000 ga dibalikin sama sopirnya.
  4. Dari pertigaan, salah satu dermaga Rammang-Rammang mungkin hanya berjarak 1 km. Lumayan sih buat jalan, apalagi pas panas-panas gitu. Tapi ada tukang ojek kok di sana. Kalau mau diantar ke Dermaga 1 (yang paling dekat) cukup bayar Rp 5.000 saja.

Sampai di dermaga, untuk bisa melihat keindahan pegunungan  karst Rammang-Rammang kita harus naik perahu menyurusi sungai menuju sebuah Kampung yang bernama Kampung Berua. Harga sewa perahu sudah ditetapkan tanpa perlu tawar menawar. Harga sewa bergantung pada jumlah penumpangnya. Untuk 1-4 orang penumpang, dipatok harga Rp 200.000 pulang pergi, dengan start dan finish di Dermaga 1. Kita juga bisa minta berhenti di beberapa spot-spot/lokasi wisata yang berada di kawasan Rammang-Rammang tersebut.  Nilai Rp 200.000 sebenarnya cukup kerasa banget kalau ditanggung sendiri, tapi percayalah itu worth it dengan pemandangan yang didapatkan. Birunya langit sebagai background dan jajaran bukit karst yang menjulang berwarna hijau. Ditambah suasana yang sebenarnya cukup sepi, tidak terlalu ramai. Hening, tenang.

DSC_3455
Susur sungai sama penduduk setempat yang nebeng
DSC_3456
Pemandangan dari bangku depan
DSC_3509
Kampung Berua

Buat yang Muslim, jangan bingung kalau mau sholat, di kawasan Kampung Berua juga disiapkan mushola.

DSC_3517
Masjid Kampung Berua

Senja di Masjid Terapung Pantai Losari

Niat awal sebenarnya ingin menikmati senja bersama seporsi pisang eppe di Pantai Losari. Ketika menyusuri pantai dan tidak menemukan tempat yang cukup sepi, aku melihat kubah masjid, meluncurlah aku ke sana. Namanya Masjid Amirul Mukminin, sebuah masjid terapung di dekat Pantai Losari. Sepertinya senja dengan latar belakang tulisan “Pantai Losari” atau “City of Makassar” dan berbagai tulisan lain di sepanjang Pantai Losari terlalu mainstream, senja dengan view masjid kok lebih menarik.

Pemandangan siluet masjid dengan background senja benar-benar bikin tenang dan bikin adem. Pemandangan ini bisa kita lihat di depan masjid. Selesai mengambil foto kita bisa masuk dan naik ke masjid dan kembali menikmati matahari turun perlahan dan tenggelam. Kemudian dilanjutkan dengan suara adzan yang menggema. Bener-bener ada perasaan lega dan bersyukur di sini. Subhanallah.

DSC_3548.JPG
Senja di Masjid Terapung Pantai Losari

Menurutku, menikmati senja di sekitaran Masjid Amirul Mukminin ini salah satu pilihan terbaik. Tidak hanya sekedar  menikmati indahnya ufuk barat yang berwarna jingga, tapi setelahnya kita bisa langsung sholat maghrib berjamaah, sambil menikmati syukur atas semua yang diberikan Allah hari ini.

 

Barongko di Toko Kue dan Es Krim “Mama”

Kok ke Makassar ke toko kue sama es krim? Kan di Surabaya ada?

Hahahahaha, tapi di Surabaya tidak ada barongko kan? Barongko ini merupakan salah satu kudapan khas Sulawesi Selatan. Terbuat dari pisang yang dihaluskan dicampur santan dan bahan pelengkap lain serta kemudian dibungkus daun pisang mirip bothok dan dikukus. Rasanya yummy, pisang banget. Aku tertarik dengan kudapan ini gara-gara nonton film Athirah, dan akhirnya kesampean juga. Kalau di Toko Kue “Mama” ini sebungkus barongko dihargai sekitar Rp 6.500. Aku habis 2 bungkus donk. Maklum itu pas abis dari Rammang-Rammang dengan kondisi panas banget, laper.

DSC_3527
2 bungkus barongko yang kuhabiskan sendiri

Toko Kue dan Es Krim “Mama” ini menjual berbagai jenis kue-kue basah, baik yang umum maupun khas Makassar, seperti barongko tadi. Ada juga bubur manado dan berbagai jenis es krim, baik dalam bentuk scoop maupun dalam bentuk seperti float. Karena belum ngopi dan haus, pesenlah aku sejenis float dengan rasa kopi.

DSC_3530.JPG
Plus Kopi Float

Toko Kue dan Es Krim “Mama” ini terletak di Jl. Serui No.19 Makassar. Tidak berada ruas di jalan besar, sehingga terkesan lebih tenang, begitu juga suasana di dalamnya.

 

Salam Kolesterol ke Pallu Basa Serigala

Setelah sering ke Makassar menikmati Coto Makassar, beberapa teman merekomendasikan aku untuk makan Pallu Basa (biasa disingkat Palbas). Oh iya beberapa masakan khas Bugis memang bernama “Pallu” yang artinya “masak”. Termasuk Pallu Basa yang artinya masakan basah/berkuah. Ada juga Pallu Butung kan?

Meskipun sama-sama berkuah dengan isi daging sapi, Coto Makassar dan Pallu Basa cukup berbeda. Kalau Coto Makassar kuahnya cenderung dari kacang yang disangrai dan bertabur daun bawang serta bawang goreng, Pallu Basa ini kuahnya dari kelapa parut yang disangrai. Penyajiannya cukup unik, ditambahi dengan kuning telur ayam kampung. Suapan pertama aku coba tanpa mengaduk telurnya, untuk menilai rasa aslinya. Setelahnya aku coba aduk kuning telurnya, dan WOW rasanya enak, tidak amis. Biasanya di tempat yang jual Pallu Basa ada pilihan mau campur (babat, jeroan dll) atau daging saja. Tinggal pilih sesuka hati, tapi ingat kolesterol ya. :p

DSC_3556
Pallu Basa sebelum telurnya diaduk

Salah satu Pallu Basa yang terkenal di Makassar adalah Pallu Basa Serigala. Eits jangan kira maksudnya dagingnya dari serigala ya. Nama “Serigala” ini menunjukkan lokasi tempatnya yang berada di Jl. Serigala No. 54 Makassar.

 

Mie Titi, Mie Kering Siram Kuah

Kalau Jogja ada Bakmi Jogja, di Makassar ada Mie Titi. (Waaaitttt, kenapa yang dibahas Jogja? :p). Mie Titi ini sebenarnya adalah mie kering seukuran mie lidi yang disiram dengan kuah ala-ala cap jay. Mirip sama Ta Mie.

Salah satu Mie Titi yang ada di Makassar adalah Mie Titi Datu Musseng yang ada di Jl. Datu Musseng 23, tidak jauh dari kawasan Pantai Losari. Buat aku, porsi mie-nya terlalu banyak, jadi pas akhir-akhir sudah terasa eneg dan kenyang banget. Awalnya kuah campur mie-nya kriuk-kriuk, tapi kalau makannya lama nanti mie-nya jadi jemek (basah dalam bahasa Jawa).

DSC_3563.JPG
Mie Titi dan segarnya Es Markisa

Oh iya, pas posting foto Mie Titi Datu Musseng ini ada temen yang bilang kok penampilannnya beda dengan yang pernah dia makan, yang warna kuning itu apa. Aku kemarin pesan yang Mie Titi Seafood. Memang di kuahnya ada udang, tempura dll. Tapi juga ada telur yang dikocok, yang kuning itu telurnya.

Kalau di Mie Titi Datu Musseng ini selain Mie Titi juga ada mie yang lain kok.  Minumnya juga bisa pilih es markisa yang segerrr.

 

Kapurung, Mirip Papeda ala Sulawesi

Kapurung ini adalah masakan asli Palopo, sebuah kota di Sulawesi Selatan. Masakan ini mirip dengan papeda ala Papua, berasal dari tepung sagu. Dalam seporsi kapurung ini kita akan bertemu dengan sagu yang dimasak dan disiram dengan kuah kuning yang berisi sedikit sayur, jagung, udang dan ikan. Serius asem dan seger banget. Bahkan dalam penyajiannya ditambahi dengan pencit alias mangga muda.

DSC_3568.JPG
Kapurung dan teman penyajiannya
DSC_3570.JPG
Nah ini sagunya

Tidak perlu jauh ke Palopo, karena masakan seger ini aku makan di Makassar, tepatnya di Kampung Popsa, sebuah kawasan food court yang berada di seberang Benteng Fort Rotterdam, Makassar.

 

Konro Bakar di Konro Karebosi

Iga bakar dengan daging yang menempel dan dibakar empuk berbalut bumbu kacang, disajikan dengan kuah yang seger. Serius konro bakar memang juara. Aku cenderung memilih konro bakar dibandingkan sop konro. Kalau makan konro bakar, kita bisa dapat konro yang dibakar dengan bumbu kacang dan kuahnya. Kalau sop konro kita bisa dapat kuah dengan konro, tapi ga dapat bumbu kacang yang melimpah.

DSC_3576.JPG
Konro Bakar Sluurrrrpppp

Kebiasaan kalau ke Makassar beli konro bakarnya di Konro Karebosi, yang terletak di Jl. Gunung Lompobattang, Makassar. Tidak jauh dari MTC Karebosi Makassar.

 

Pisang Eppe

Tidak hanya dibuat pisang ijo, pallu butung maupun barongko, di Makassar pisang pun dibuat menjadi kudapan enak dengan nama pisang eppe. Pisang eppe ini dibuat dari pisang yang belum benar-benar matang, kemudian dibakar dan diberi rasa sesuai topping yang diinginkan. Mau cokelat, keju ataupun rasa durian juga ada.

Penjual pisang eppe bisa ditemui di kawasan Pantai Losari, terutama di malam hari.

 

Pallu Mara, Makanan Favorit Jusuf Kalla

Di film Athirah juga, aku melihat ikan yang berada di semangkuk kuah kuning. Ternyata itu namanya Pallu Mara, yang katanya makanan favorit Jusuf Kalla. Pallu Mara adalah makanan yang berasal dari ikan bandeng/bolu-bolu yang diberi kuah kuning yang tidak kental, tapi seger, asem dan pedas. Itulah ciri khas masakan Bugis, asem. Dengan kuah yang terkesan light tersebut, rasanya harus menghabiskan kuahnya sampai tetes terakhir. Lebayy banget yaaa

IMG-20170521-WA0006
Mba Nadya beserta Pallu Mara

Salah satu tempat di Makassar yang menyediakan Pallu Mara adalah Roemah Podjok yang berada di pojokan Jl. Datu Musseng, dekatnya Perpustakaan Kota Makassar. Maaf ya ga ada foto makanannya full, karena uda saking banyaknya foto makanan. Adanya foto sama Mba Nadya, temen Kelas Inspirasi yang baik banget sudah mengenalkan aku dengan berbagai jenis masakan Bugis yang bener-bener enak banget.
Ga Lengkap Kalau Ga Ngopi

Beruntung 3 hari 2 malam di Makassar bisa nyobain kopi di 2 tempat ngopi berbeda. Cappucino pertama aku nikmati secara take away dari Double Shot Cafe. Kata Mba Nadya yang juga penggemar kopi, kopi di sini lumayan enak. Dan emang bener. Double Shot Cafe ini terletak di Jl. Bali No.6 Makassar. Uniknya, di sebelah cafe ini terdapat sebuah percetakan yang sepertinya cukup legend, karena diresmikan oleh dua orang menteri di tahun 1988. Namun, perkembangan zaman sepertinya memamg membuat industri percetakan kurang beruntung, sehingga sebagian tempatnya pun digunakan untuk berjualan kopi.

DSC_3558.JPG
Double Shot Cafe beserta percetakan legend

Cappucino kedua, aku nikmati langsung di Kopi Teori, setelah dianter sama Abang Gojek. Kopi Teori ini terletak di Jl. Beruang No 20C Makassar, di kawasan ruko-ruko gitu. Sama seperti Double Shot Cafe, Kopi Teori juga tidak terlalu besar, tapi asik buat nongkrong ataupun menyendiri. Dan agak shock juga liat harganya, murah. Segelas es cappucino cuma dibanderol Rp 19.000. Ah kalau di Surabaya itu kadang Rp 25.000 belum termasuk PPn. Eh satu lagi, di Kopi Teori juga jual jalangkote sih, tapi sayangnya isinya ada bihun, jadi mirip pastel ala Surabaya.

DSC_3565.JPG
Es Cappucino Kopi Teori dan Jalangkote

Jadi, apa kabar timbangan setelah dari Makassar? Untungnya sudah diet dulu sebelum berangkat

Advertisement

5 responses to “Jalan-jalan ke Makassar, Mencari View Menenangkan dan Berbagai Makanan Khas”

  1. asalamualaikum, selamat pagi mbak. mbak mau tanya jarak antara bandara sampai pintu gerbang bandara berapa kelo ya mbak, kl jalan kaki kira2 gimana ? dan satu lagi angkot yg sampen tumpangi itu langsung ke pangkep ta mbak atau ke terminal daya dlu ?

    1. Kayanya hampir 1 km Mas. Bisa sih sebenarnya naik Damri ke depan. Tapi ndak tau tarifnya sama normal (sekitar 27-30K) atau bisa murah. Angkotnya kalau yg dr depan bandara itu langsung ke Pangkep. Kan hitungannya bandara itu setelahnya Daya klo mau ke Maros.
      Selamat jalan2

    2. Hai Mas aku barusan cek Google Maps. Kayaknya sekitar 3 km dari Bandara ke jalan Poros

  2. Keren perjalananya.

    Belum pernah ke makasar, bisa jad referensi kalau ke sana 🙂

    1. Ah itu yang di Makassar baru seuprit.Tapi siapin perut deh kalau ke Makassar.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

Blog at WordPress.com.

%d bloggers like this: