Ramadan yang Dinantikan, Lebaran yang Ditakutkan

Tulisan singkat ini sebenarnya terinspirasi dari percakapan sekilas bersama PakLik (Bapak Cilik, sebutan untuk adik dari Bapak/Ibuk).

Ramadan, bulan kesembilan dalam penanggalan Hijriah ini ditunggu oleh banyak orang. Bulan ini ditunggu dengan berbagai alasan.

Dalam Islam, bulan ini adalah bulan diturunkannya kitab suci Al Quran. Di bulan ini, umat Muslim diwajibkan berpuasa selama satu bulan penuh. Bulan Ramadan adalah bulan penuh berkah, di mana semua ibadah yang kita lakukan di bulan ini akan dilipatgandakan pahalanya oleh Gusti Allah. Ini salah satu alasan bulan Ramadan begitu dirindukan. Waktu di bulan Ramadan buat saya terasa sempit, berbeda dengan waktu sehari-hari di bulan biasa, meskipun sama-sama berdurasi 24 jam. Di yang serasa sempit ini, sebagian orang berlomba-lomba untuk meningkatkan ibadahnya, meningkatkan doanya agar lebih diijabah oleh Gusti Allah. Mumpung dikasih waktu special, pada satu dari dua belas bulan dalam setahun ini tidak ada salahnya sedikit mengesampingkan dunia. Masjid ataupun mushola yang biasanya sepi, mulai dipenuhi orang untuk sholat berjamaah tepat waktu. Suasana tadarus Al Quran yang jarang kita dengar di bulan biasa, pada bulan Ramadan kita dengarkan terus tiap malam di bulan Ramadan. Di bulan Ramadan, sedekah dan amal yang kita berikan kepada mereka yang berhak juga akan dilipatgandakan pahalanya.

Ramadan dinantikan oleh banyak sekali pedagang, terutama penjual makanan dan minuman. Kondisi haus ketika berpuasa, tidak jarang membuat orang gelap mata dalam membuat atau membeli hidangan untuk berbuka puasa. Penjual takjil bertebaran di pinggir jalan, berkah Ramadan. Sayangnya tidak sedikit yang menyajikan gorengan penuh minyak ataupun es dingin berwarna-warni.

Ramadan dinantikan oleh mereka yang berniat kurus. Frekuensi makan yang berkurang, bisa menjadi salah satu penyebab turunnya berat badan. Meskipun bagi sebagian orang, penurunan berat badan di Ramadan itu hanya sekedar wacana, karena volume makanan yang mereka makan melebihi porsi di bulan biasa saking kalapnya.

Ramadan dinantikan sebagai ajang kumpul, makan bareng, ghibah bareng ataupun reuni melalui kegiatan buka bareng atau buka bersama yang dikenal dengan singkatan “buber”. Semakin banyak teman, semakin banyak komunitas, antrian daftar buber semakin panjang. Tinggal mau pilih buber di tempat makan atau di rumah salah satu peserta. Yang pasti kalau kalian jadi panitia, sama ribetnya. Meskipun tidak jarang buber mengurangi waktu kita untuk melakukan ibadah lainnya.

Yang paling dinantikan di Ramadan adalah hari setelah Ramadan selesai, yaitu Hari Raya Idul Fitri atau dikenal dengan Lebaran. Di Indonesia, Hari Raya Idul Fitri sendiri diperingati dengan libur selama dua hari, belum termasuk libur karena cuti bersama, karena momen Idul Fitri menjadi momen paling baik untuk berkumpul bersama keluarga dengan pulang kampung atau mudik. Baju-baju nan baru mulai berpindah dari pasar ke lemari masing-masing pembeli. Toples berisi kue-kue pun disiapkan untuk menyambut hari besar tersebut. Ratusan titik penukaran uang baru muncul, sebagai persiapan jatah angpau THR-an untuk anak-anak kecil. Di beberapa daerah, paket-paket sembako disiapkan untuk dibawa ke sanak saudara. Ratusan ribu petasan siap diledakkan untuk memeriahkan Lebaran.

Di sela hiruk pikuk Lebaran, ternyata sebagian orang takut dengan datangnya hari besar ini.

Bukan, ini bukan takut ditanya “kapan kawin?” seperti yang ditanyakan kepada saya sejak lulus kuliah 7 tahun lalu. Pertanyaan seperti itu sudah kebal dan saya anggap doa. Toh mereka yang bertanya belum tentu mengenal pribadi saya dengan baik. Ketakutan akan Lebaran terjadi kepada orang-orang yang belum punya kesiapan materi untuk berlebaran. Mereka takut tidak bisa beli baju baru buat anak mereka, mereka takut tidak bisa mudik, mereka takut tidak bisa memberikan angpau atau bingkisan kepada saudara dan menjadi bahan omongan. Ketakutan yang seperti ini membuat sebagian orang menggunakan berbagai cara untuk mendapatkan dana persiapan Lebaran. Mulai dari kerja lebih keras, berhutang sampai mencuri. Tidak jarang kita lihat bank, koperasi atau kantor gadai antri menjelang Ramadan. Tidak jarang juga kita lihat berita pencurian, perampokan atau pembegalan menjelang Lebaran.

Terus gimana donk? Ga boleh Lebaran gitu? Bukan, bukan merubah tradisi, tapi mari kita lebih manusiawi dan menahan diri. Kalau kita berlebih, mari relakan sebagian yang kita punya untuk mereka sekitar kita yang kekurangan, bukan malah belanja begitu kalapnya. Kalau kita kekurangan, mari kita menahan diri mengikuti gaya Lebaran yang berlebihan, toh inti Idul Fitri adalah kembali ke kesucian bukan mengikuti omongan orang. Sejauh ini yang saya tahu, Islam juga mengenal konsep sharing economy.

Semoga Ramadan kali ini bisa menjadikan kita umat yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Masjid dan mushola tetap penuh shafnya, AlQuran yang sebulan kemarin terbuka setiap hari, tidak kembali dimasukkan ke rak untuk dibuka lagi Ramadan tahun depan.

Sebelum meminta berlebihan kepada Gusti Allah, mari kita bercermin, apa yang sudah kita lakukan untuk Gusti Allah sampai kita berani meminta begitu berlebihan kepada-Nya.

Sebagai penutup, mohon maaf kalau dalam tulisan Neser di berbagai postingan blog ada yang kurang berkenan.

Selamat Lebaran, jangan kalap-kalap.

One response to “Ramadan yang Dinantikan, Lebaran yang Ditakutkan”

  1. […] Baca Juga : Ramadan yang Dinantikan, Lebaran yang Ditakutkan […]

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s