Setelah cukup lama istirahat, relawan Kelas Inspirasi Magetan dengan formasi yang baru dan fresh menyelenggarakan Kelas Inspirasi Magetan yang ke-6. Kali ini, melanjutkan petualangan di pelosok Magetan, Kelas Inspirasi Magetan memilih Kecamatan Plaosan sebagai area untuk Zona Inspirasi. Sebelumnya, Kelas Inspirasi Magetan pernah juga memilih daerah 3P yang lain, yaitu Poncol, Parang dan Panekan? Selanjutnya? Sebentar, kita ambil nafas dulu.
Baca juga : Cerita Sehari Bersama Para Calon Da’i dari SDN Dadi
Baca juga : Kelas Inspirasi Menyapa dari Ujung Magetan yang Terisolasi
Baca juga : Terbatasnya Jumlah Siswa Tidak Menyurutkan Kami untuk Membuat Heboh SDN Poncol 5
Desa Ngancar, Penunjang Kegiatan Ekonomi di Kawasan Sarangan
Di Kelas Inspirasi Magetan 6, saya kebagian menjadi fasilitator di SDN Ngancar 2, sebuah sekolah di Desa Ngancar. Desa ini berbatasan langsung dengan Kelurahan Sarangan, tempat wisata terkenal di Magetan. Secara administratif, Desa Ngancar ini terdiri dari 3 dusun, yaitu Dusun Ngancar, Dusun Geyong dan Dusun Cemorosewu. Iya, Cemorosewu yang merupakan batas antara Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah. Namun, akses ke Cemorosewu harus berputar dulu melewati kawasan wisata Sarangan. Ada sih akses langsung dari Ngancar ke Cemorosewu, tapi medannya yang lumayan ekstrim. Jadi, anak-anak di Cemorosewu pun sekolah di daerah Jawa Tengah.

Akses ke Desa Ngancar ini lumayan menanjak dan ada tikungan tajam. Setelah lolos test drive ke Sembalun, saya pun sok congkak dengan menganggap akses seperti ini mah sudah biasa. Meskipun aksesnya tidak mudah bagi sebagian orang, tapi pemandangan kiri kanan sepanjang jalan pun sebanding. Di sepanjang jalan kita bisa melihat kebun sayur, mulai dari kol, sawi, wortel, cabai sampai daun bawang. Bau wortel pun kadang bisa kita cium di perjalanan.

Sebagian besar penduduk di Desa Ngancar bekerja sebagai petani. Tapi jangan salah, penduduk Ngancar adalah petani sukses, bisa dilihat dari rumah-rumah bagus berlantai dua yang bertebaran. Hasil panen sayuran dari Ngancar selain dijual di kawasan wisata Sarangan, juga disalurkan ke Magetan, Madiun dan sekitarnya. Penduduk Desa Ngancar juga lah yang sebagian besar menjadi pedagang sate kelinci di kawasan Sarangan. Tidak heran, sebelum memasuki gapura Desa Ngancar, kita akan disambut dengan patung kelinci yang lucu.
Siswa SDN Ngancar 2 yang Menguras Energi Relawan
Setelah seminggu sebelumnya ikut Kelas Inspirasi Lombok, sekalian saya ngejoss kembali ke Magetan ikut Kelas Inspirasi Magetan. Kondisinya sungguh berbeda 180 derajat, terutama dalam hal infrastruktur dan bangunan. Bangunan SDN Ngancar 2 sudah bagus, berdinding tembok, jumlah kelas pun lengkap. Berbeda jauh dengan MI Pogem Petiwung yang saya datangi minggu lalu. Persamaan keduanya adalah siswanya sama-sama aktif. Kedua sekolah ini juga berada di kawasan wisata
Baca juga : Berbagi Cerita dengan Siswa Sekolah Bambu di Pinggiran Kuta Mandalika
Lokasi SDN Ngancar 2 cukup menarik, dikelilingi perbukitan sayur. Cuaca di sana dingin. Ketika saya sampai di sana am 6.45 saja masih terasa dingin. Setelah upacara, para relawan pun melanjutkan dengan ice breaking agar suasana dan badan ikut menghangat.

Siswa di SDN Ngancar 2 berjumlah 51 siswa. Saat ini Kecamatan Plaosan termasuk SDN Ngancar 2, sudah menerapkan sistem full day school. Kelas 1 dan 2 baru pulang jam 12.20. Karenanya siswa sekalian membawa bekal makan siang. Karena rumahnya tidak begitu jauh, beberapa orang tua mengantarkan bekal makan siangnya ketika jam sekolah.

Tapi namanya anak-anak, kelas 1 sudah mulai menggeliat kelaparan di jam 11. Jadinya mereka makan duluan. Kelas 1 ini baru masuk selama 2 minggu, jadi masih masa penyesuaian, tetapi sudah aktif. Anak kelas 1 masih cenderung usil malah ada yang mudah nangis. Tugas saya kemarin menenangkan anak-anak kelas 1 yang menangis. Ada Kholif yang badannya besar, anaknya sering di-bully karena badannya yang besar tapi takut disuntik. Dalam sehari kemarin, Kholif menangis lebih dari 3 kali. Ada Alisa, si kecil yang menangis karena dibentak temannya. Namanya juga anak-anak ya. Saya pun menggendong mereka sebentar untuk keluar kelas dan memisahkan sementara dari teman yang lain agar tidak terganggu. Setelah ditenangkan, mereka pun kembali ke kelas dan berkumpul seperti biasa dengan teman-temannya.
Relawan pengajar di SDN Ngancar 2 ini cukup banyak, beragam dan berwarna-warni. Ada tujuh orang relawan pengajar. Mulai dari dokter, polisi, tentara, BPBD, pemadam kebakaran, penulis sampai business coach. Sebagian besar relawan pengajar adalah lokal dan relawan baru pertama kali ikut Kelas Inspirasi. Tapi selama mengajar, mereka tetap bisa mengurusi anak-anak SDN Ngancar 2 dengan baik.
Kak Tatang yang berprofesi sebagai dokter sebenarnya biasa ke sekolah untuk screening anak-anak dan kegiatan UKS, ternyata juga kewalahan menghadapi siswa kelas 1-2. Dokter pun mengajak anak-anak menonton video tentang beberapa penyakit dan mengajari anak-anak tentang aktivitas Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS).

Kak Leo, petugas dari pemadam kebakaran menggunakan seragamnya yang berwarna biru. Kak Leo pun menceritakan pekerjaan dan alat-alat yang digunakannya untuk memadamkan kebakaran menggunakan gambar-gambar.

Kak Didik dari BPBD mengajak anak-anak untuk tanggap bencana terutama gempa dengan video. Jika terjadi gempa, mereka harus melindungi kepala, masuk ke kolong meja atau lari ke lapangan. Kami pun melakukan senam gempa dan melakukan simulasi jika terjadi gempa. Lucu banget ada ysiswa yang diam di tempat ketika simulasi. Kak Didik juga mengajarkan tentang buang sampah pada tempatnya, jangan di sungai, agar tidak terjadi banjir.

Kak Aulia, seorang penulis dari Surabaya yang punya keluarga di Magetan dan membuatnya seperti pulang kampung. Kak Aulia mendongengkan beberapa cerita kepada kepada anak-anak dan mereka antusias. Ketika ditanyai ulang tentang ceritanya, anak-anak juga masih inget. Keren ya mereka.

Ada Kak Priyo, Business Coach dari Malang, pas ketemu kelas 1-2 lebih banyak mengajak mereka main dan senam. Kak Priyo sempat kelabakan karena mereka aktif sekali dan tidak bisa diam.

Kemudian ada Kak Petrus yang bekerja sebagai polisi dan Kak Purmiadi yang bekerja sebagai tentara. Dua punggawa negara ini juga menceritakan tentang profesi mereka. Kak Petrus meminta anak-anak menggambarkan ilustrasi cita-citanya di kertas dan menyimpannya di rumah agar selalu ingat dengan cita-cita mereka. Dari mereka ternyata sda yang ingin jadi tentara seperti Kak Purmiadi.
Meskipun cuma 51 siswa, bermain dengan siswa SDN Ngancar 2 ternyata cukup menguras energi. Mereka ingin selalu dekat dengan para relawan, apalagi kalau lihat relawan memegang handphone. Mereka sempat minta nomor handphone, tapi saya tidak mau memberinya. Di sekolah mereka tidak boleh bawa handphone, tapi mereka handphone di rumah. Ketika saya bertanya ke salah satu anak kelas 6, sejak kapan mereka punya handphone. Mereka bilang pegang handphone sejak kelas 2. Wow, saya saja baru punya handphone kelas 1 SMA.
Obrolan saya dengan siswa kelas 6 ini cukup membuat saya kaget. Saya tidak mengira mereka memang handphone sudah sejak lama. Mungkin salah satunya karena kondisi ekonomi orang tua yang berada, anak-anak bisa dengan mudah mendapatkan handphone. Tapi kita tidak tahu, apakah orang tua mereka mengawasi penggunaan handphone tersebut.
Penggunaan handphone untuk anak-anak ini sepertinya perlu dibatasi. Teknologi yang berkembang pesat beberapa tahun terakhir ini bisa saja memberi efek yang buruk ke anak jika tidak diawasi. Ketika upacara bendara, Ibu Kepala Sekolah sempat mengingatkan anak-anak agar tidak sering bermain game di handphone.
Ada yang punya ide untuk bantu anak-anak di Ngancar biar ga kecanduan handphone atau menggunakan handphone untuk hal yang kurang baik? Sepertinya bisa jadi ide bagus untuk sebuah kegiatan back to school di sana, ataupun sekolah lain di Plaosan atau Magetan.
Leave a Reply