Petualangan berkedok Kelas Inspirasi kali ini berlabuh di Pulau Nusa Penida, sebuah pulau kecil di bagian selatan Pulau Bali. Sekalian berencana reuni dengan teman-teman sewaktu Kelas Inspirasi Lombok, pengalaman baru “mengajar” di Pulau Dewata yang sarat budaya patut dicoba.
Transportasi ke dan di Nusa Penida
Untuk sampai ke Nusa Penida, kita harus menyebrang selama kurang lebih 30-60 menit tergantung jenis kapal yang kita gunakan dan di pelabuhan mana kita akan berlabuh. Kebetulan saya dan tim ditempatkan di SDN 3 Batununggul yang tidak berada jauh dari Pelabuhan Sampalan, jadi kami naik kapal bernama Mola Mola Express dan Pelabuhan Sanur (Matahari Terbit) selama kurang lebih 60 menit. Ketika kami menyebrang dari Sanur jam 14.00 WITA, ombaknya cukup lumayan. Jadi kalau sering mabuk laut, mending duduk di belakang, karena kalau di depan, goncangan arusnya cukup lumayan.
Mau berkeliling ke Nusa Penida? Sesampainya di pelabuhan kita bisa menemukan rental sepeda motor dengan tarif kurang lebih Rp 75.000 per harinya. Hampir semua sepeda motor yang disewakan merupakan sepeda motor matic dengan merek Honda Vario (bukan iklan, tapi kebetulan mbak researcher ini jeli banget matanya). Oh iya, ketika meminjam sepeda motor pastikan kondisi rem baik depan ataupun belakang dalam kondisi yang bagus. Karena beberapa lokasi wisata harus ditempuh dengan medan yang super penuh tantangan.
Beruntung Dapat Penginapan Murah
Sebulan menjelang Hari Inspirasi, ketika grup rombel sudah mulai terbentuk, kami sudah kepikiran tentang penginapan. Karena belum tahu lokasi detail, dalam benak kami “Ya udah lah ya, di rumah penduduk juga ga pa2”. Setelah dag dig dug karena takut ga dapat penginapan, akhirnya panitia lokal di rombel kami menginformasikan “Kak, ada penginapan Rp 175.000 per malam bisa buat dua orang, kalau 3 orang kena Rp 200.000”. Langsung diambil lah ya.
Dan, inilah penampakan penginapan kami.

Namanya Pondok Kana, lokasinya tidak jauh dari Pelabuhan Sampalan, strategis juga, karena tidak jauh dari pantai. Bersebelahan dengan penginapan yang bernama “Mae-Mae”. Kebetulan sebagian tim kami juga ada yang menginap di “Mae-Mae”. Pondok Kana ini hanya terdiri dari 2 kamar dengan tipe cottage gitu, di pojokan depan juga terdapat sebuah gazebo yang bisa digunakan untuk kumpul bareng. Pokoknya honeymoonable deh ya, tinggal dikirim aja fotonya kalau mau kasih kode. #eeeaaakk
Yang pasti harga yang kami dapatkan di atas sudah melalui proses nego yang dilakukan oleh tim panitia lokal KI Bali (Terima kasih banyak). Kamar mandi di dalam, yang cukup panjang, dengan shower da wastafel. Sebenarnya ada AC, tapi dengan harga yang cukup miring tersebut kami hanya diperbolehkan menggunakan kipas angin, dan remote AC-nya disembunyikan entah kemana. Tapi dengan hanya kipas angin, rasanya sudah cukup karena kalau malam udara Nusa Penida tidak terlalu panas. Oh iya, di setiap kamar juga terdapat 2 colokan, jadi lumayan ga akan rebutan sama partner/pasangan. Ada free wifi juga lho, dengan password yang bisa diminta langsung ke pemilik penginapan Pondok Kana ini.
Tidak Hanya Mengajar, tetapi Memberi Manfaat bagi Masyarakat Sekitar
Mengambil konsep yang cukup berbeda dibandingkan Kelas Inspirasi biasanya, kali ini Kelas Inspirasi Bali juga mengadakan kegiatan Pengabdian Masyarakat di Nusa Penida. Lokasi Pengmas ini dipusatkan di Desa Sekartaji yang berada di bagian selatan Nusa Penida, yang bisa ditempuh kurang lebih 1 jam perjalanan dari daerah Pelabuhan Sampalan.
Bentuk pengabdian masyarakat yang kebetulan dilaksanakan di area sekolah SDN 1 Sekartaji tersebut antara lain penyuluhan kesehatan, pemeriksaan kesehatan gratis dan penyuluhan sikat gigi kepada anak-anak.
Berpetualang di Nusa Penida Harus Bakoh
Nusa Penida, digadang-dagang sebagai “telor emas”-nya Bali, dengan berbagai keindahan obyek wisata. Dengan kondisi alam pegunungan dan pantai serta budaya yang masih kuat, Nusa Penida menawarkan paket one stop tourism bagi wisatawannya. Detail obyek wisatanya bisa di-kepo-in sendiri lah ya.
Untuk mencapai lokasi wisata di Nusa Penida, wisatawan bisa menggunakan mobil atau sepeda motor. Kondisi jalan menuju lokasi wisata ukurannya masih cukup sempit dan kondisi jalan yang terjal dan kurang bersahabat. Beberapa kali orang di rombongan kami jatuh bangun di beberapa titik jalan dengan medan turunan yang licin dan terjal temasuk saya dan partner saya. Kalau bisa sih, biarkan yang cowok yang nyetir di depan. Kalau ga ada cowok, ya udah itu deritamu (eeeaaakkkk). Seperti saran sebelumnya, pastikan kendaraan yang digunakan berada dalam kondisi yang bagus, terutama remnya. Badan juga dalam kondisi yang prima, hati juga ya.

Petunjuk menuju lokasi wisata pun masih kurang, sehingga kami masih mengandalkan GPS (Guidance Penduduk Sekitar), karena sinyal operator selular pun masih belum merata di semua area. Tapi lelah di perjalanan akan terbayar dengan keindahan alam yang ditawarkan. Beberapa tempat bahkan masih belum menerapkan sistem retribusi ataupun parkir. Tapi memang jangan juga berharap fasilitas yang lebih, seperti toilet, mushola ataupun tempat makan yang menawarkan menu beragam.
Infrastruktur dan fasilitas serta pariwisata memang kadang menjadi dilema. Kurangnya infrastruktur dan fasilitas, bisa mempengaruhi kunjungan wisatawan. Namun, dengan infrastruktur yang kurang memadai, wisatawan yang datang pun secara tidak langsung akan terseleksi, hanya wisatawan dengan niat petualang yang besar dan menhargai keindahan dari hasil petualangannya. Infrastruktur yang bagus, didukung fasilitas yang memadai akan menarik wisatawan, tapi akankah semua wisatawan yang datang tersebut adalah wisatawan yang menghargai perjuangan dan keindahan, salah satunya dengan tidak membuang sampah sembarangan?
Nuansa Adat yang Religius
Malam pertama saya menginap di Nusa Penida, kebetulan sedang ada prosesi Ngaben massal. Sebelum senja saya dan teman-teman satu rombel sempat berjalan-jalan sebentar untuk melihat sebagian rangkaian dari prosesi tersebut, kebetulan lokasinya tidak jauh dari penginapan kami di Pondok Kana.

Malamnya, kami pun dilarang berkeliaran di luar rumah setelah jam 21.00 WITA, apalagi di daerah pesisir. Apalagi kami hanya sekedar pendatang di sini, kami pun harus menurutinya, padahal sayang pada malam itu kabarnya Milky Way akan terlihat jelas. Sekitar jam 22.00 WITA, menjelang tidur, saya dan partner kamar saya sempat mendengar arak-arakan lewat di jalan besar depan gang penginapan kami. Cukup lah ya jadi pengantar tidur.
Nuansa religius pun kami rasakan di sekolah. Sebelum mulai pelajaran, beberapa siswa membawa sesaji untuk berdoa di sekolah. Ketika upacara bendera pun, doa dilakukan serentak secara khusyu’ dengan menggunakan ritual adat Hindu Bali. Tidak hanya doa ketika upacara, tetapi juga ritual doa setelah upacara.
Sarapan Lebih Penting daripada Hanya Sekedar Harapan
Siswa SD di Nusa Penida khususnya, mulai masuk sekolah sekitar pukul 07.30 WITA (sekitar 06.30 WIB), padahal Shubuh di sana baru sekitar 05.30 WITA dan matahari terbit sekitar 06.30 WITA. Kebayang kan paginya. Kondisi ini yang membuat mereka tidak sempat sarapan sebelum berangkat sekolah.
Kegiatan sarapan mereka pun mereka lakukan ketika jam istirahat, sekitar 09.15 WITA. Bel istirahat berbunyi, mereka pun berbondong-bondong ke kantin untuk membeli makanan. Mereka biasanya akan membeli nasi bungkus dengan lauk seadanya seharga Rp 2.000 dan memakannya secara bergerombol di halaman sekolah. Dan mereka pun dengan sopan menawari kami ketika kami sedang lewat atau sedang melihat asiknya mereka makan.

Tuh kan, anak kecil aja tahu kalau sarapan itu penting.
Cita-cita Mereka Sederhana
Tinggal di pulau yang jauh dari keramaian, secara tidak langsung membuat mereka mempunyai cita-cita yang sederhana. Tidak sedikit dari mereka yang bercita-cita menjadi “luwas”. Ketika kami mencoba bertanya kepada mereka apa itu “luwas”?. Luwas itu nelayan. Beberapa siswa pun bercita-cita ingin menjadi driver Gangga Express, salah satu kapal penyebrangan ke Nusa Penida.
Di akhir sesi, Bapak Bupati Klungkung berkenan hadir dan memberikan sedikit cerita inspirasi tentang masa kecilnya kepada siswa SDN 3 Batununggul. Untuk menjadi orang sukses, tidak harus berasal dari keluarga yang kaya, tetapi harus penuh perjuangan dan usaha. Begitu kira-kira pesan moral yang ingin disampaikan oleh Bapak Bupati kepada warganya yang masih belia ini.
Dan Inilah Kami “Geng Rumpik”
Kelas Inspirasi selalu memberikan keluarga dan saudara baru. Dari yang awalnya tidak kenal, jadi saling mengerti dan mem-bully satu sama lain. Dan inilah “Geng Rumpik” yang berhasil meramaikan SDN 3 Batununggul.

Leave a Reply