Aku Milenial, Dan Aku Punya Tabungan

Seminggu ini kayaknya di Twitter banyak berkeliaran artikel, infografis atau hasil riset tentang kondisi keuangan generasi milenial yang mengenaskan. Mulai artikel tentang generasi milenial yang tidak punya tabungan, generasi milenial yang tidak mampu beli rumah sendiri sampai tentang masa pensiun yang suram bagi generasi milenial.

Salah satu artikel di kumparan.com yang berjudul “Hampir Setengah Milenial Tak Punya Tabungan Sama Sekali”. Rasanya duh generasi milenial kok ngenes banget ya, dianggap semiskin itu. Setelah dibaca beritanya, ternyata judul itu ditulis berdasarkan kesimpulan riset yang diadakan oleh Go Banking Rates (GBR) di Amerika Serikat. Dalam riset tersebut, GBR mendefinisikan milenial adalah mereka yang berumur 18-24 tahun. Masih umur cukup muda sebenarnya. Dari hasil riset ini 46% generasi yang didefinisikan milenial tidak mempunyai tabungan sama sekali. Persentase ini meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 31%. Kalau kita amati sekilas umur 18-24 tahun di Indonesia saat ini adalah mereka yang berstatus mahasiswa yang masih minta ke orang tua sampai fresh graduate yang masih menikmati euforia gaji pertama.

PhotoGrid_1518684101879.jpg

Di Indonesia sendiri, Alvara Research Center pernah menerbitkan publikasi tentang The Urban Middle Class Millenials Indonesia. Dalam publikasi ini juga dipaparkan tentang perilaku keuangan (financial behavior) dari generasi milenial Indonesia. Surveinya sendiri dilaksanakan pada bulan Oktober 2016, dengan mendefinisikan generasi milenial adalah mereka yang berusia 20-34 tahun pada saat pelaksanaan survei.

Dari hasil survei ini ternyata hampir keseluruhan generasi milenial yang disurvei punya produk keuangan berupa tabungan konvensional atau syariah. Survei ini dilakukan tanpa menanyakan nilai tabungan, tetapi kepemilikan rekening/produk keuangan saja. Produk keuangan yang terbanyak kedua dimiliki milenial adalah asuransi kesehatan. Produk keuangan yang terbanyak ketiga adalah kredit kendaraan. Produk simpanan/investasi selain tabungan, seperti deposito, reksadana maupun saham ternyata masih belum banyak digunakan oleh generasi milenial. Dengan fenomena seperti ini, yang menjadi tanda tanya besar apakah generasi milenial tahu manfaat dan perbedaan dari asuransi sebagai proteksi dan investasi. Sambil coba baca sekilas tulisanku tentang asuransi di judul ini “Mau Beli Asuransi? Tujuan Lo Apa?.

Pada tahun 2016, Rumah123.com dan Karir.com membuat riset kerjasama tentang generasi milenial. Salah satu hasilnya ternyata generasi milenial Indonesia lebih mengutamakan aktivitas leisure dan traveling daripada memikirkan kebutuhan jangka panjang seperti membeli rumah. Generasi milenial banyak yang menganut prinsip “Work Hard, Play Harder”. Kalau ini prinsipku juga sih, tapi kan tidak semuanya harus dipake buat jalan-jalan toh uangnya. Sebagian generasi milenial juga menganut pola pikir “You Only Live Once” alias YOLO. Dengan alasan mumpung masih bebas, hidup sekali, jadi boleh lah nikmatin hidup. Iya sih hari ini nikmat, 10-15 tahun lagi sekarat atau nikmat nih.

Salah satu kondisi riil sebagian generasi milenial, bisa dilihat dari salah satu postingan IG akun @jouska.id, salah satu perusahaan konsultan keuangan independen. Postingan bergambar salah satu kedai kopi ngehits ini bikin nyesek, tentang kebiasaan keuangan generasi milenial yang ga bener.

Kemarin baca case klien. 30 th. Single. Gajinya 27/bln.

Karena dia ga punya saving sama sekali, maka kita terpaksa audit tagihan kartu kreditnya selama 2017.

Dari 4 kartu kredit yang dia punya, selama setahun, ternyata digesek di coffee shop Starbucks, Anomali, sebuat semuanya deh. In total 47.650.900 dlm setahun.

Shocking? Yes!! Ini belum termasuk beli kopi via Go Food ya.

Kok bisa? Iyalah, kadang belinya americano, kadang latte. Kadang cold brew, kadang manual brew. Kadang pake croissant, kadang brunch. Kadang sehari 1x, kadang 3x.

Kadang habis 50.000, kadang 120.000. Bahkan yang sekali ngopi + brunck habis 400.000++. Kadang beli buat sendiri, kadang bayarin partner meeting.

Kalo kalian baca caption ini denial, percayalah… mimin juga samaJ

Wahai generasi milenial, jangan sampai hobi dan ketergantunganmu pada kopi-kopimu membuat kalian punya banyak hutang dan ga punya tabungan. Sakit hati aku liatnya milenial dikatain terus.

Sebagai salah seorang generasi milenial, aku sebenarnya ga terlalu suka dengan artikel atau tulisan yang menyudutkan tentang generasi milenial. Karena sebenarnya tidak semua generasi milenial seperti yang dimaksudkan di banyak artikel. Contohnya saja aku. Oke aku memang generasi milenial. Baiklah aku belum punya rumah, lebih ke alasan karena aku perempuan dan masih single, belum tahu nikah dengan orang mana, belum tahu selanjutnya akan stay di mana. Siapa tahu aku dapat orang luar kota atau luar pulau. Atau bisa jadi aku balik ke Magetan karena dijodohin. Kan rumah bisa jadi investasi? Calon emak-emak super duper rumit kaya aku gini masih banyak pertimbangan buat beli rumah sendiri 🙂

Tapi yang pasti, aku milenial dan aku punya tabungan. Bermodal uang saku awal menjelang kerja pertama, alhamdulillah 7 tahun bekerja bisa nabung. Mungkin pada lihatnya, “Neser kok jalan terus sih”, “Neser kok ke café terus”. Ah kalian belum tahu saja betapa perhitungannya si Neser ini kalau ngomongin tabungan dan investasi.

Prinsip aku dalam mengatur dan mengelola keuangan biar bisa punya tabungan sebenarnya sederhana. Aku coba jelaskan dalam 3 langkah sederhana saja ya, maklum bukan professional financial planner yang bersertifikat, jadi anggap saja ini tips kecil dari aku

  1. Review Pemasukan dan Pengeluaran

Ini menurutku adalah langkah awal biar kita bisa tahu sejauh mana kemampuan keuangan kita. Daripada ngoyo nabung tapi ga bisa makan, mending realistis. Makan tetep bisa lah memanjakan lidah, nabung juga tetep.

Sebelum mulai review tentukan dulu mau mulai periodenya berdasarkan apa. Berdasarkan kalender awal sampai akhir bulan, atau berdasarkan periode gajian. Kalau aku sih milih berdasarkan periode gajian, biar ga terlalu ribet.

Setelah itu buat dulu kategori pengeluaran, disesuaikan dengan kebiasaan kita aja sih. Kalau aku sendiri contohnya : tabungan dan investasi, zakat/infaq, pulsa, makan dan jajan, bensin, parkir, baju (termasuk sepatu, tas dll), majalah dan buku, kosmetik dll.

Selanjutnya tinggal rutin aja dalam periode sebulan, lakukan pencatatan dari pengeluaranmu setiap hari, tanpa ada yang terlewatkan. Mencatatnya mau di mana sesuka hati aja, mau di buku, di Google Sheet ataupun di aplikasi. Kalau di buku atau Google Sheet jangan lupa kategorikan pengeluarannya sesuai dengan kategori pengeluaran yang sudah dibuat. Kalau yang lebih mudah, milenial cocok lah pakai aplikasi pencatat pengeluaran. Lebih cepat, tanpa perlu ngitung lagi. Aku sendiri pakai aplikasi Monefy.

Nah setelah sebulan periode selesai, lakukan review dari pengeluaran. Ada sisa ga, atau malah nombok. Kalau nombok atau sisa tapi kok kurang mencukupi, dicek satu-satu di masing-masing kategori, kira-kira ada yang bisa dikurangi ga. Misal nih setelah dicek-cek di makan dan jajan kok banyak banget, ternyata hampir setiap hari kita makan di luar atau di café yang mahal. Bisalah mulai diatur dan dibudgetkan untuk mengurangi pengeluaran dengan membawa bekal atau memilih makan sewajarnya.

Setelah review bulan pertama ini, mulai bisa ditetapkan budget untuk masing-masing kategori tadi. Pencatatan tetap dilakukan aja sih, biar terkontrol pengeluarannya sesuai budget. Ribet memang, tapi serius ini bermanfaat.

  1. Tentukan Tujuan Menabung/Berinvestasi

Setelah tahu uang yang bisa ditabung atau diinvestasikan berapa per bulannya. Mulai ditentukan uangnya mau ditabung/diinvestasikan untuk apa, sekaligus menentukan produk keuangan yang akan dipake. Yakin uangnya mau ditabung aja di rekening tabungan yang masih kena biaya admin dan menggoda untuk ditransfer kesana kemari?

Yang pasti pisahkan dulu rekening untuk belanja/pengeluaran dengan rekening untuk tabungan, kalau masih keukeuh mau pakai tabungan biasa. Usahakan pakai rekening yang biaya admin rendah/bebas admin dan fasilitas transaksinya ga mudah, biar tidak tergoda untuk sesuka hati ke ATM atau transfer.

Balik lagi nih ke tujuan, tujuan nabungnya buat apa? Jangka pendek atau jangka panjang?

Misalkan nih, nabung buat dana darurat. Karena dana darurat sifatnya adalah likuid, mudah dicairkan, cari produk keuangan yang sesuai. Contohnya ya tabungan itu tadi.

Atau misalkan nih mau nabung buat pernikahan, kira-kira 1-2 tahun lagi. Bisa nih uangnya dimasukkan ke tabungan berjangka, buat tempo 2 tahun. Ini dulu yang pertama kali jadi awal motivasiku buat nabung. Nyiapin dana untuk nikah, lebih tepatnya dana setelah nikah sih. Aku pertama kali nyoba di tabungan berjangka dengan model autodebet dari tabungan induk.

Misalkan untuk jangka panjang, buat dana pendidikan anak. Bisa coba tuh pakai reksadana atau kalau udah bener-bener berani bisa nyoba saham. Aku sendiri sih masih nyoba reksadana dulu aja, buat saham masih belajar. Reksadana itu apa, coba baca tulisanku yang berjudul Investasi di Reksadana, Siapa Takut?.

Produk keuangan untuk tabungan/investasi macemnya banyak lho. Selain tabungan dan reksadana, ada juga obligasi dan sukuk. Tenang, aku akan bahas sukuk dalam beberapa hari ke depan. Mumpung bentar lagi waktunya pendaftaran buat beli sukuk.

  1. Prinsip Habiskan Saja Gajimu

Eits jangan bahagia banget dulu, yang dimaksud dengan prinsip ini, kita keluarkan dulu uang untuk zakat/infaq/sosial, terus tanggungan cicilan, autodebet tabungan sesuai yang sudah kita tentukan di nomor 2, baru deh habisin gajimu sesuka hati. Mau jajan, mau nonton, mau beli sepatu silakan. Yang pasti kalau misalkan di tengah bulan ga cukup sisanya, jangan ngutang ke tabungan, hemat donk pengeluarannya. Toh di zaman sekarang, banyak banget promo/diskon yang ditawarkan. Generasi milenial harus memanfaatkan teknologi dan social media dengan baik donk. Sering-sering liat promo e-commerce, ikut official account beberapa brand siapa tahun ada promo.

Makanya di awal-awal tadi adalah tahap kita buat research ke diri sendiri bagaimana kemampuan kita dalam menggunakan uang yang kita punya. Maklum lah yang nulis kan researcher, jadi prinsipnya adalah research dulu.

Silakan dicoba tips sederhananya, dan siapkan diri untuk bilang “Aku Milenial, Dan Aku Punya Tabungan”

Advertisement

7 responses to “Aku Milenial, Dan Aku Punya Tabungan”

  1. seputartempatusaha Avatar
    seputartempatusaha

    Keren jeng Ike artikelnya, entah, budaya apa zamanya?? And mengapa disebut kaum melenia?

  2. Santai kakak, fokus nikmatin hidup saja 😀

  3. Ferdinand Hidayat Avatar
    Ferdinand Hidayat

    wow tidak sengaja aku bertemu dengan blogmu. sukses selalu mbake. hahaha

    1. Terima kasih Dinanddd

  4. Menginspirasi, sekaligus merasa tertohok dengan halus sebagai generasi milenial yg uda sempet salah arah

    1. Terima kasih sudah berkunjung dan membaca. Semoga arahnya sudah benar yaa. Semangat generasi milenial

  5. Aku Milenial, dan Aku Punya Tabungan dong 🙂

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

Blog at WordPress.com.

%d bloggers like this: