Ada yang pernah baca ulasan singkat saya tentang “Bajak Laut dan Purnama Terakhir”? Nah kebetulan banget, Mas Adhitya Mulya yang menulis buku fiksi tersebut, kembali menggarap sekuel terbaru tentang Jaka Kelana, sang bajak laut kocak ini. Buku terbaru Adhitya Mulya ini berjudul “Jaka Kelana dan Mahapatih”
Siapa sih Adhitya Mulya? Masa pada ga kenal sih? Bapak muda satu ini sudah menghasilkan berbagi karya dalam bentuk buku maupun skenario film. Buku plus skenario yang paling terkenal adalah film Jomblo, yang juga diproduksi ulang dalam Jomblo Reboot dalam versi yang lebih kekinian. Buku dan skenario yang sempat booming dan bikin baper juga adalah Sabtu Bersama Bapak. Pasangan Ninit Yunita ini, juga menghasilkan beberapa skenario di luar buku seperti film Shy Shy Cat. Bersama Ninit Yunita dan beberapa temannya yang lain, Mas Adhit juga menyusun buku Belok Kanan Barcelona yang juga difilmkan beberapa waktu lalu. Bersyukur, saya sempat bertemu dengan pasangan favorit ini di Makassar International Writer Festival (MIWF) di Makassar, tahun 2017 lalu.
Baca juga : Film “Shy Shy Cat”, Mengingatkan pada Kontribusi terhadap Kampung Halaman
Baca juga : MIWF 2017, Surga untuk Pecinta Buku
Setelah berhasil membunuh naga di sebuah pulau di Nusa Tenggara dan sebelumnya sempat mengobrak-abrik istana Kerajaan Mataram (Kerajaan Mataram ya bukan Mataram, Lombok), Jaka Kelana dan awak kapal Kerapu Merah kembali jadi buronan. Di sisi lain, Jaka membutuhkan biaya untuk melamar Galuh, salah satu Arya yang tersisa. Jaka mencintai Galuh dan ingin sekali menikah dengan Galuh tapi belasan kali ditolak karena Jaka belum mapan. Jaka pun memutuskan mencari uang dengan membuka jasa ekspedisi barang antar pulau.

Jaka mendapat order mengantar seseorang beserta barangnya ke Palembang. Namun di sana, penumpangnya tersebut malah dibunuh oleh orang tak dikenal. Jaka kemudian dapat order lagi dari Zubaedah, putri dari Kerajaan Malaka dan pengawalnya suami istri pasangan yang public display affection (PDA) alias pamer kemesraan banget yang bikin Jaka Kelana dan awak kapalnya mupeng. Zubaedah meminta Jaka Kelana membantunya mengambil harta karun milik Mataram yang ada di Pulau Buton, Sulawesi.
Lalu apa hubungannya dengan Mahapatih? Kalau saya bilang Mahapatih siapa yang pertama kali terlintas di benak kalian? Yaps, Gajah Mada, mahapatih Kerajaan Majapahit yang terkenal dengan Tan Amukti Palapa-nya. Sekali lagi ini fiksi ya, cuma rekaan Mas Adhit. Perjalanan Zubaedah ke Buton ternyata berhubungan dengan pusaka dan rahasia yang dimiliki sang Mahapatih.
Ah gitu doank, cerita cintanya mana? Sabar sebentar, Ferguso. Kalau dihitung ada 3 cerita cinta yang diceritakan di buku Bajak Laut dan Mahapatih ini.
Cerita Cinta 3 Pasangan
Pertama, adalah cerita Jaka Kelana dan Galuh. Seperti yang sudah saya jelaskan di atas, Jaka Kelana berkali-kali menembak Galuh dan selalu ditolak. Sampai pada akhirnya, Galuh mengungkapkan menolak Jaka Kelana karena Jaka bekerja di laut, sedangkan Galuh hidup di daratan, ya sejenis aku di sini dan kau di sana atau bahasa gaulnya LDR-an, susah ketemunya. Eheeemmm. Secara tersirat, Galuh mengungkapkan bahwa akan menerima pinangan Jaka Kelana, jika Jaka Kelana sudah punya rumah, sawah dan hewan peliharaan di daratan, sebagai sumber pendapatan. Ehemm, Galuh realistis sih. Ga sekadar mau dilamar karena embel-embel nikah muda aja, tapi bekal belum punya, seperti kebanyakan campaign di media sosial. Karena omongan Galuh tersebut, Jaka Kelana pun bersemangat kembali membajak laut, apapun resikonya, pokoknya mengumpulkan pundi-pundi sangu rabi. Apakah Jaka berhasil mengumpulkan sangu rabi dan menikahi Galuh? Baca sendiri donk ya
Kedua, adalah cerita dua pengawal Zubaedah yang katanya baru menikah. Cerita dua pengawal ini cenderung menyebalkan karena pamer kemesraan atau public display affection banget. Dikit-dikit nyosor. Tapi Mas Adhit menuliskannya tanpa terkesan vulgar. Bagian-bagian munculnya PDA-nya dua pengawal ini cukup bikin ngakak karena dibarengi dengan kelucuan Jaka dan awak kapal Kerapu Merah yang mupeng dengan kemesraan pasangan pengawal tersebut. Namun, di balik kemesraan keduanya, ternyata ada hal yang menyeramkan. Apa itu? Baca sendiri bukunya.
Nah, cerita cinta yang ketiga adalah cerita cinta yang paling dalem yang ending-nya bikin pingin dengerin lagu Banda Neira yang “kau di liang yang satu, ku di sebelahmu”. Cerita cinta ini sekali lagi adalah fiksi ya. Cerita cinta ini adalah cerita cinta antara Mahapatih dan Gita. Gita adalah putri dari Kerajaan Majapahit, yang sejak bayi dijaga oleh Mada ketika masih menjadi Bhayangkara (istilahnya sekarang seperti dijaga Paspampres lah ya. Mirip kaya Jan Ethes idolaque yang uwuwuwuwuwuw). Keduanya pun jatuh cinta. Namun, falling in love with people we can’t have pun juga berlaku pada keduanya. Penasaran? Baca sendiri ya, dan jangan baper meskipun sendirian!
Komedi Kekinian, Meskipun Kurang Banyak
Tidak seperti buku pertama, Jaka Kelana yang kocak bersama awak kapal Kerapu Merah (yang di awal cerita buku ini sempat berganti nama menjadi Pesut Hitam) kurang dapat porsi di sini, jadi komedinya tidak terlalu banyak. Meskipun ambil latar waktu di era Kerajaan Mataram, tapi guyonannya pun terkesan kekinian dan ga kaku.
Buat teman-teman yang butuh hiburan buat ngakak, buku ini cocok banget. Kalau dibaca serius tanpa gangguan gadget, 3-4 jam bisa selesai kok. Sekali lagi, buku ini fiksi ya. Jika ada kemiripan dengan cerita sejarah yang pernah kita dengar, Mas Adhit juga menjelaskan mana yang fiksi dan mana yang fakta di halaman terakhir buku ini.
Selamat membaca dan ditunggu karya Mas Adhit selanjutnya.
Leave a Reply